Lihat ke Halaman Asli

Inovasi Mahasiswa Politeknik Negeri Semarang Mendorong Kemajuan Pengrajin Tempe di Desa Dampyak

Diperbarui: 3 September 2023   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dok. Tim PKM SI POLINES

Tim Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Penerapan IPTEK (PKM PI) dari Politeknik Negeri Semarang (Polines) telah sukses menciptakan teknologi inovatif yang berpotensi mengubah cara pengrajin tempe di Desa Dampyak, Sumurrejo, Gunung Pati, Kota Semarang, mengolah kedelai. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tempe yang dihasilkan, tim mahasiswa ini memanfaatkan keahlian mereka di berbagai jurusan, yang dipimpin oleh Muhammad Maula Fikry (Teknik Elektro) dengan anggota Faranita Putri (Teknik Mesin), Nurul Azmi (Akuntansi), dan Zaenal Arifin (Akuntansi), serta dibimbing oleh dosen Sahid, S.T., M.T.

Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan akan efisiensi, pengrajin tempe seperti Muhammad Abdurauf dihadapkan pada beberapa kendala dalam proses pembuatan tempe. Abdurauf masih menggunakan tenaga manusia dalam pencucian kedelai dan pencampuran kedelai dengan ragi. Metode ini menghasilkan jumlah produksi yang terbatas dan kualitas yang kurang konsisten.

Muhammad Maula Fikry, ketua tim PKM Penerapan IPTEK, menjelaskan, "Kami melihat permasalahan yang dihadapi oleh Bapak Abdurauf dan kami merasa bahwa kami dapat berkontribusi dalam meningkatkan proses produksi mereka. Salah satu tantangan terbesar adalah menciptakan alat yang dapat memproses kedelai dengan lebih cepat dan bersih."

Dari sinilah tim PKM Polines memulai perjalanan mereka dalam mengembangkan mesin pencuci kedelai dan perangkat pencampur kedelai dengan ragi. Teknologi ini dirancang untuk mengotomatisasi proses-proses kritis dalam pembuatan tempe, mengurangi ketergantungan pada tenaga manusia, dan meningkatkan kualitas hasil akhir.

Menurut Muhammad Maula Fikry, pencucian dan pencampuran merupakan tahap kunci dalam pembuatan tempe yang mempengaruhi rasa dan tekstur produk akhir. Permintaan pasar yang terus meningkat menjadi tantangan tersendiri. Pasar saat ini membutuhkan hingga 6 kuintal tempe setiap harinya, sementara Abdurauf hanya mampu memproduksi 4 kuintal. Inovasi dari tim PKM ini diharapkan dapat mengatasi kendala ini.

Pihak tim pun bermitra dengan Muhammad Abdurauf untuk menguji alat-alat ciptaan mereka dalam situasi nyata. Hasilnya sangat positif. Alat pencuci dan pencampur kedelai dan ragi yang diciptakan oleh tim PKM telah membantu mempercepat proses produksi dan meningkatkan kebersihan produk.

Sumber: Dok. Tim PKM SI Polines

Muhammad Maula Fikry mengatakan, "Alat ini telah digunakan untuk membantu proses pembuatan tempe milik mitra Bapak Abdurauf dan mendapat feedback yang sangat bagus. Saat ini, alat tersebut masih terus dievaluasi dan dilakukan perencanaan untuk terus dikembangkan, serta memiliki keberlanjutan programnya."

Selain memberikan manfaat langsung kepada pengrajin tempe, inovasi ini juga menjadi contoh yang inspiratif bagi mahasiswa lainnya tentang potensi besar yang dapat dihasilkan melalui pengabdian masyarakat berbasis IPTEK. Tim PKM Penerapan IPTEK Polines telah membuktikan bahwa pengetahuan dan teknologi dapat digunakan untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk terlibat dalam upaya serupa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline