Menjelang senja pertama di bulan mulia
Biasanya kita akan mengunjungi tanah-tanah keluarga
Tetapi sudah bertahun ini
Engkau biarkan aku berkunjung sendiri
Dalam kenyataan yang tak bisa bertutur
Aku harus berkenan menjadikan diriku sebagai tamumu
Setelah itu biasanya kita akan pulang bersama-sama
Bersiap untuk tarawih berjamaah
Engkau bertakbir sedang aku berpujian
Tetapi sudah bertahun ini
Akulah yang harus menggantikanmu bertakbir
Karena ibu enggan menunda mendoakan engkau yang begitu ia cintai
Kemudian tibalah saat dini hari
Dimana engkau biasanya akan membangunkan aku, kakak, dan adik-adik
Mengajak bersiap untuk berperang melawan nafsu setidaknya untuk satu hari ini
Tetapi semenjak senja terakhir bulan kesembilan
Hanya Ibu yang datang dalam kesendiriannya
Mengumbar senyum agar kami tetap kuat berpuasa
Aku selalu menantikan senja di bulan mulia
Semua hidangan akan tersaji di meja
Mulai dari yang manis sampai yang seadanya
Itulah tanda bahwa dahaga akan lekas mereda
Tetapi senja tak pernah benar-benar indah seperti sedia kala
Saat engkau dan kami masih menjelma sebagai kita
Lantas jika kesempatan itu masih tersisa
Izinkan aku untuk mengajukan sebuah pertanyaan
Di celah-celah langit yang tak mampu kugapai
Di bawah kasih sayang ilahi yang menyelimuti
Adakah engkau juga senantiasa merindu
untuk melewati ramadan bersama seperti dahulu?
Puri, 25/04/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H