Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Firdaus

UIN Salatiga

Politik Identitas Vs Politik Dinasti, Mana yang Lebih Baik?

Diperbarui: 22 Juni 2024   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di kancah politik Indonesia, dua fenomena marak menjadi perbincangan: politik identitas dan politik dinasti. Keduanya bagaikan pisau bermata dua, membawa potensi bahaya sekaligus manfaat bagi demokrasi. Pertanyaannya, manakah yang lebih "baik"?

Politik Identitas : Memanipulasi Identitas untuk Keuntungan Politik

Politik identitas, dengan tujuan mengeksploitasi identitas kelompok seperti suku, agama, ras, dan golongan untuk meraih keuntungan politik, bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia dapat meningkatkan partisipasi politik, mendorong partisipasi kelompok yang sebelumnya terpinggirkan, dan memperkuat identitas kelompok, mempersatukan anggotanya. Namun, di sisi lain, ia juga berpotensi memicu polarisasi, menghambat persatuan nasional, dan melemahkan demokrasi.

Politisi yang menggunakan politik identitas untuk membangun basis massa, mendapatkan   suara, dan mempertahankan kekuasaan, dapat mengaburkan isu-isu penting dan mempertajam perbedaan antar kelompok. Hal ini dapat memicu polarisasi dan fragmentasi sosial, menghambat dialog dan kerjasama antar kelompok, dan mengancam persatuan nasional.

Lebih lanjut, politik identitas dapat melemahkan demokrasi dengan mengalihkan fokus dari perdebatan konstruktif mengenai kebijakan publik dan akuntabilitas pemerintah, ke arah identitas dan sentimen primordial. Hal ini dapat membuka celah bagi manipulasi dan penyalahgunaan kekuasaan, serta mengerus nilai-nilai demokrasi seperti toleransi, inklusivitas, dan kesetaraan.

Oleh karena itu, penting untuk menyelaraskan dampak positif politik identitas dengan memitigasi dampak negatifnya. Meningkatkan pendidikan politik, mendorong partisipasi sipil yang inklusif, dan memperkuat penegakan hukum terhadap ujaran kebencian dan diskriminasi adalah langkah-langkah krusial untuk memanfaatkan potensi positif politik identitas sambil menangkal bahaya yang ditimbulkannya.

Hanya dengan pengelolaan yang bijaksana dan bertanggung jawab, politik identitas dapat menjadi alat untuk memperkuat demokrasi dan persatuan nasional, bukannya memecah belah masyarakat.

Politik Dinasti: Kekuasaan Turun-Temurun, Menuju Oligarki?

Politik dinasti, di mana kekuasaan diwariskan dari satu keluarga ke keluarga lainnya, bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan stabilitas politik, pengalaman dan pengetahuan, serta loyalitas dan dukungan dari basis massa keluarga. Di sisi lain, ia membuka celah bagi nepotisme dan korupsi, menghambat meritokrasi, dan melemahkan demokrasi.

Keputusan untuk mendukung atau menolak politik dinasti bergantung pada penilaian terhadap potensi manfaat dan bahayanya dalam konteks spesifik suatu negara atau wilayah. Penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti sejarah politik, budaya, dan tingkat kematangan demokrasi sebelum mengambil kesimpulan.

Dialog dan debat publik yang terbuka dan konstruktif mengenai praktik politik dinasti dapat membantu masyarakat dalam memahami kompleksitas isu ini dan mengambil keputusan yang tepat untuk masa depan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline