Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fauzi

Sarjana Pengangguran

Sengketa Dualisme PSHT Tak Kunjung Padam, Dimana Arti Persaudaraan yang Dulu Dibanggakan?

Diperbarui: 11 Juli 2022   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi dualisme PSHT tak kunjung padam (photo: facebook/serdadu psht)

Siapa yang tak kenal dengan Persaudaraan Setia Hati Terate, sebuah organisasi pencak silat yang didirikan pada tahun 1922 di Madiun oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo. PSHT mengajarkan arti persaudaraan yang begitu mendalam tanpa membedakan status, ras, suku, agama maupun kepercayaan. 

Namun, sangat disayangkan apabila persaudaraan tersebut hancur lebur akibat dualisme kepemimpinan di tubuh PSHT. Bermula pada tahun 2017 silam, Drs. R. Murjoko Hadi Wiyono yang memproklamirkan dirinya sebagai ketua umum pusat yang baru. Dikarenakan ketidakpuasan atas hasil musyawarah besar (mubes) 2016 dengan terpilihnya Dr.Ir. Muhammad Taufiq SH, M.Sc sebagai ketua umum.

Dualisme kepemimpinan tersebut masih berlanjut hingga kini, meski sudah di proses ke ranah hukum. Bahkan keduanya saling mengklaim atas kepemilikan hak merek, logo, serta yayasan setia hati terate.

Bukannya memberikan solusi serta jalan keluar, anggota PSHT yang fanatik terhadap pemimpin pilihannya malah kian memperkeruh keadaan. Hal inilah yang menjadikan terpecahnya persaudaraan sesama anggota di tubuh PSHT.

Padahal PSHT memiliki makna dan arti persaudaraan yang begitu mendalam.

suatu ikatan lahir batin yang kekal abadi antara manusia satu dengan lainnya, serta tidak dapat dipisahkan oleh hal apapun

Pada tahun 2022 ini, organisasi PSHT telah menginjak usia yang ke 100 tahun, seharusnya bisa dijadikan contoh bagi organisasi pencak silat lainnya.  Dikarenakan persaudaraannya yang kekal abadi inilah, PSHT mampu bertahan hingga satu abad lamanya.

Konflik terkait kepemimpinan PSHT sebenarnya sudah pernah terjadi. Contohnya saja pada tahun 1974, dengan ditunjuknya RM Imam Koesoepangat oleh RM Soetomo Mangkoedjojo sebagai ketua umum PSHT. Hal ini dilakukan karena prestasi yang diraihnya, sehingga PSHT bisa tersebar ke luar Madiun. 

Dengan terpilihnya Mas Imam Koesoepangat, ada pihak yang merasa kecewa yaitu Santoso Kartoatmodjo. Menurut beliau, masih ada sesepuh yang lebih layak dan pantas untuk memimpin PSHT. 

Namun Mas Imam Koesoepangat menyelesaikan masalah tersebut tidak dengan menghina, menjatuhkan, serta mengeluarkannya dari organisasi. Melainkan anak-anak dari Santoso Kartoatmodjo dijadikan tokoh sejarah sebagai pelatih senam dasar pertama di PSHT.

Hal ini patut dijadikan contoh bagi pemimpin saat ini. Karena dengan adanya dualisme kepemimpinan di PSHT, yang menjadi korban adalah anggota di arus bawah. Meskipun begitu, mereka senantiasa mengharapkan bersatunya PSHT seperti sediakala, tanpa adanya perebutan kursi kepemimpinan. 

Lalu bagaimana cara kita sebagai arus bawah menyikapi dualisme di PSHT?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline