Lihat ke Halaman Asli

muhammad fatkhurrokhman

UIN Walisongo Semarang

Penyuluhan oleh Agent of Change terhadap Fenomena Cyber Buliyying di Lingkungan Kampus

Diperbarui: 30 Mei 2024   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber Gambar : Depositphotos.com )

Oleh: Muhammad Fatkhurrokhman (2201016112)

Penyuluhan adalah upaya untuk memberikan informasi, pemahaman, dan keterampilan kepada individu atau kelompok dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka tentang suatu topik tertentu. Dalam konteks cyber bullying, penyuluhan di lingkungan kampus bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang dampak negatif dari perilaku cyber bullying, serta memberikan strategi untuk mencegah dan mengatasi situasi tersebut. Meskipun upaya penyuluhan telah dilakukan di banyak kampus, namun belum berhasil sepenuhnya mengatasi masalah ini. Banyak dari para mahasiswi yang masih menjadi korban pelecehan dan body shaming melalui media sosial, meskipun telah diadakan berbagai kegiatan penyuluhan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan penyuluhan belum efektif secara menyeluruh

Penyuluhan berperan penting dalam memberikan pemahaman yang mendalam mengenai suatu isu, serta membekali masyarakat dengan strategi dan alat yang dibutuhkan untuk mengatasi atau mencegah masalah tersebut. Dalam konteks cyber bullying, penyuluhan bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai bahaya, dampak, serta cara-cara untuk mencegah dan menanggulangi perilaku perundungan di dunia maya. Yang mana feedback dan perspektif yang buruk dan tidak baik dari netizen di sosial media ini biasanya sering berujung pada cyber bullying, oleh karena itu diperlukan wawasan etika bermedsos yang baik dan benar (Rastati, R, 2016).

Di era digital ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi mahasiswa. Akses yang mudah terhadap informasi dan komunikasi melalui berbagai platform online telah memberikan banyak manfaat. Namun, di tengah kemudahan itu, ada ancaman serius yang muncul, yaitu cyber bullying. Cyber bullying, atau perundungan daring, telah menjadi masalah yang semakin meresahkan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dini Marlina, seorang dosen Prodi Digital Neuropsikologi di Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), disebutkan bahwa 71% kasus cyber bullying terjadi di media sosial, sementara aplikasi chatting menyumbang 19%, game online 5%, dan YouTube 1%.

Sebagai mahasiswa, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa cyber bullying adalah masalah serius yang semakin merajalela di era digital ini. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah Universitas Islam, sebanyak 34% mahasiswa telah menjadi korban cyber bullying. Bentuk-bentuk yang paling umum dari cyber bullying di lingkungan mahasiswa adalah body shaming dan pelecehan sosial melalui platform digital. Fenomena ini menunjukkan bahwa masalah cyber bullying tidak hanya mempengaruhi individu secara langsung tetapi juga menciptakan dampak yang luas di kalangan mahasiswa.

Cyber bullying menjadi salah satu ancaman yang makin meresahkan, di mana perempuan seringkali menjadi sasaran dengan bentuk-bentuk pelecehan yang beragam, mulai dari komentar negatif hingga ancaman serius. Hal ini mengakibatkan dampak psikologis yang cukup serius bagi para korban, seperti menurunnya harga diri dan kecemasan yang mendalam. Stereotip gender juga menjadi masalah serius, di mana media sosial seringkali menjadi sarana untuk menyebarkan dan memperkuat pandangan yang sempit terhadap peran gender. Penyebaran gambar-gambar yang tidak senonoh atau komentar-komentar yang merendahkan juga semakin meluas. Di lingkungan kampus, fenomena ini tidak jarang terjadi, bahkan dapat menjadi lebih kompleks karena adanya tekanan sosial dan interaksi langsung antarindividu. Ini menuntut upaya serius dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan media sosial yang bertanggung jawab serta perlindungan terhadap korban cyber bullying di lingkungan kampus.

Penerapan penyuluhan cyber bullying melibatkan berbagai strategi, mulai dari kampanye di media sosial, seminar, workshop, hingga integrasi materi pendidikan dalam kurikulum sekolah. Namun, meskipun upaya penyuluhan ini telah dijalankan, keberhasilannya masih sering kali terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya kesadaran dan pemahaman yang mendalam di kalangan masyarakat, resistensi dari beberapa kelompok, serta kendala teknis dalam pelaksanaan program penyuluhan. Selain itu, cepatnya perkembangan teknologi dan beragamnya platform digital tempat terjadinya cyber bullying juga menambah kompleksitas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan.

Ketika melihat rekan-rekan mahasiswa yang kesulitan fokus atau tampak tertekan, seringkali kita bertanya-tanya apakah mereka juga menjadi korban dari kekejaman dunia maya. Pertanyaan ini menggarisbawahi perlunya peningkatan kesadaran tentang etika digital dan dampak negatif dari perilaku cyber bullying. Menciptakan lingkungan yang aman dan suportif di kampus merupakan langkah awal yang krusial dalam membantu mahasiswa yang terkena dampak cyber bullying. Mereka harus merasa didengar, didukung, dan dihargai.

Saya sering kali merdengar cerita-cerita tentang mahasiswa yang merasa tertekan akibat komentar negatif atau pesan menghina yang mereka terima secara online. Hal ini menyoroti kebutuhan akan edukasi yang lebih kuat mengenai etika digital dan dampak negatif dari tindakan bullying di dunia maya. Mahasiswa juga sering kali tidak tahu ke mana harus mencari bantuan ketika mereka menjadi korban, sehingga memperparah dampak negatif dari cyber bullying.

Sebagai contoh nyata dari dampak psikologis cyber bullying, mari kita lihat kisah Mrs. S. Dia telah menjadi korban body shaming berkali-kali, yang telah membuatnya merasa tidak nyaman dengan penampilannya sendiri. Dampak psikologis dari pengalaman ini sangat dalam, menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi. Pengalaman Mrs. S menunjukkan betapa pentingnya kesadaran dan tindakan proaktif dalam menangani cyber bullying di kalangan mahasiswa. Mahasiswa harus diberikan pendidikan tentang etika digital dan dampak negatif dari perilaku semacam itu. Penting untuk diingat bahwa media sosial bukanlah tempat yang bebas dari tanggung jawab moral. Setiap komentar dan pesan memiliki konsekuensi nyata bagi penerimanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline