Fungsi Negara untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional telah diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu pemerintah harus menciptakan dan memajukan kesejahteraan umum.
Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui output berupa Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Sebuah pertumbuhan ekonomi terjadi jika PDB atau PDRB per kapita lebih tinggi nilainya dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tingkat nasional maupun daerah dipengaruhi antara lain oleh sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan inovasi atas teknologi. Dalam konteks makroekonomi, pertumbuhan ekonomi bersumber dari empat komponen pengeluaran agregat, yakni konsumsi sektor rumah tangga, investasi sektor swasta, pengeluaran pemerintah, serta ekspor dan impor (Djohan et al., 2016).
Lebih lanjut, dalam konteks teori makroekonomi, pendekatan pengeluaran merupakan salah satu pendekatan untuk menentukan nilai PDB dan PDRB. Dalam menghitung nilai PDB, pengerluaran pemerintah mengindikasikan peran pemerintah di dalam perekonomian dalam hal mendorong ekonomi, khususnya yang menuju penciptaan biaya sosial berupa barang publik, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya, yang pada akhirnya akan meningkatkan PDB maupun PDRB. Peningkatan PDB juga dapat diartikan meningkatnya pertumbuhan ekonomi (McConnell & Brue dalam Djohan et al., 2016).
Daly dalam O’Neill (2011) mendefinisikan steady-state economy (SSE) sebagai keadaan ekonomi dimana jumlah populasi masyarakat dan jumlah modal terjaga secara konstan, yang dipertahankan oleh tingkat keluaran yang rendah yang berada dalam kapasitas regeneratif dan asimilatif ekosistem. Hal ini berarti tingkat kelahiran yang rendah sama dengan tingkat kematian yang rendah, serta tingkat produksi yang rendah sama dengan tingkat depresiasi yang rendah pula. Tingkat pengeluaran yang rendah berarti tingkat harapan hidup serta tingkat ketahanan barang yang tinggi. Dengan kata lain, secara lebih operasional, kita dapat mendefinisikan SSE dalam istilah aliran keluaran yang konstan pada tingkat yang berkelanjutan (rendah), dengan populasi dan persediaan modal bebas untuk menyesuaikan diri dengan ukuran berapa pun yang dapat dipertahankan dengan keluaran yang konstan yang dimulai dengan deplesi dan berakhir dengan polusi.
Lebih lanjut, O’Neill (2015) menyatakan bahwa definisi SSE oleh Herman Daly didefinisikan sebagai sebuah ekonomi dimana jumlah dan aliran biophysical terstabilisasi, dan keadaan dimana aliran material dan energi terjaga di dalam batas ekologis. Perlu ditekankan bahwa definisi SSE ini seluruhnya bersifat biofisikal. Definisi ini tidak mengacu pada pertumbuhan PDB maupun indikator sosio-ekonomi lain yang berkaitan. Secara umum, definisi Daly mencakup tiga komponen, yakni: 1) stocks (ukuran absolut ekonomi dalam konteks fisik), 2) flows (keluaran material dan energi yang dibutuhkan untuk mendukung ekonomi), dan 3) scale (ukuran ekonomi dalam hubungannya dengan batas ekologis).
PDB dan PDRB dinilai menjadi salah satu indikator terciptanya steady-state economy. O’Neill (2011) mengemukakan bahwa PDB menjadi salah satu dari empat pendekatan yang dapat diambil untuk mengukur pencapaian steady-state economy pada level nasional. Naiknya angka PDB dipandang sebagai ukuran standar pertumbuhan ekonomi, dan turunnya nilai PDB dinilai sebagai indikator penurunan pertumbuhan, serta stabilnya nilai PDB merupakan indikator kestabilan sebuah negara. PDB dinilai berkolerasi kuat dengan penggunaan berbagai sumber daya alam (khususnya energi), namun tidak berkorelasi dengan kualitas hidup yang diukur dengan kebahagiaan dari tingkat pendapatan di atas rata-rata.
Menciptakan ekonomi negara yang seimbang berarti meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang salah satunya dapat dilakukan melalui pengeluaran pemerintah. Teori Keynesian mengklaim bahwa penggunaan sumber daya publik yang efisien dapat meningkatkan kapasitas produktivitas serta menciptakan pertumbuhan ekonomi. (Dudzevičiūtė et al., 2018). Beberapa penelitian menyatakan bahwa pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dari pengeluaran pemerintah tergantung pada jenis pengeluarannya. Hansson & Henrekson dalam Solihin et al. (2021) mengungkapkan bahwa belanja transfer dan konsumsi pemerintah berpengaruh negatif pada pertumbuhan, sedangkan pengeluaran di bidang pendidikan dapat meningkatkan pertumbuhan. Barro dalam Solihin et al. (2021) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah yang tidak produktif dapat menghambat pertumbuhan, sementara pengaruh pengeluaran pemerintah yang produktif tergantung dan termodulasi dari perilaku pemerintah dan jumlah pengeluaran itu sendiri.
Salah satu pengeluaran produktif pemerintah yang penting adalah investasi modal, baik dalam bentuk fisik maupun Sumber Daya Manusia. Bentuk pengeluaran pemerintah dalam bentuk modal fisik dapat dilakukan dalam bentuk penyediaan infrastruktur publik di suatu wilayah. Ketersediaan infrastruktur yang memadai dapat mendorong peningkatan akses terhadap pasar, menekan biaya produksi dan meningkatkan investasi dari sektor swasta yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Lall & Yilmaz dalam Solihin et al., 2021). Demikian pula pengeluaran pemerintah pada SDM, seperti sektor pendidikan dan kesehatan, juga berkontribusi pada pembentukan modal SDM serta meningkatkan produktivitas angkatan kerja yang juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Dudzevičiūtė et al., 2018).
Penelitian oleh Basuki et al. (2019) yang meneliti peran pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada 18 provinsi di Indonesia mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah dengan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam rentang tahun 2010 sampai dengan 2015 ada pada sektor kelautan dan perikanan. Hal ini dapat disebabkan karena 2/3 wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan. Pengeluaran pemerintah terbesar kedua sebagai penyumbang peningkatan pertumbuhan ekonomi ada pada sektor pertanian.
Fakta yang cukup menarik bahwa pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dinilai tidak memiliki pengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah dalam jangka pendek. Hampir semua negara berkembang memiliki permasalahan kualitas dan kuantitas atas SDM yang disebabkan oleh kualitas pendidikan yang rendah. Hal ini sejalan dengan temuan bahwa alokasi anggaran yang tinggi pada sektor pendidikan bukan berfokus pada peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan, melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik seperti biaya sertifikasi guru dan juga biaya operasional sekolah.
Lebih lanjut menurut Basuki et al. (2019), selain pengeluaran pemerintah, salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai provinsi di Indonesia adalah pertumbuhan populasi. Secara tradisional, pertumbuhan penduduk memberikan faktor positif pada pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial yang menjadi sumber permintaan berbagai barang dan jasa yang kemudian menggerakkan berbagai kegiatan perekonomian dan pada akhirnya menciptakan skala perekonomian.