Lihat ke Halaman Asli

Muhammad FaizRayyan

PGSD Universitas Pelita Bangsa

Mahasiswa Universitas Pelita Bangsa Memimpin Trend dengan Pakaian Adat

Diperbarui: 20 Januari 2024   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa PGSD Universitas Pelita Bangsa memakai pakaian adat Jawa Barat (dok. pribadi)

Dalam kaitannya dengan peraturan Permendikbud Ristek Nomor 50 tahun 2022 yang menetapkan pakaian adat sebagai seragam sekolah dari SD hingga SMA, Program Studi PGSD Universitas Pelita Bangsa tampil sebagai pionir dalam melestarikan budaya melalui gaya dan keanggunan seragam pakaian adat daerah. Setiap hari Rabu untuk mahasiswa PGSD kelas Reguler, dan Sabtu untuk kelas Weekend, kewajiban memakai pakaian adat Jawa Barat, yaitu Kebaya dan kain batik bagi perempuan serta Pangsi bagi laki-laki, menjadi langkah konkret dalam menyulam masa depan yang kaya akan tradisi.

Kebaya dan Pangsi, sebagai pakaian adat khas Jawa Barat, bukan hanya seragam harian, keduanya memiliki makna mendalam. Kebaya melambangkan fleksibilitas wanita yang dapat menyesuaikan diri dengan lemah lembut dan luwes dalam berbagai situasi. Ini adalah simbol kesederhanaan, keanggunan, kelembutan, dan ketangguhan perempuan Indonesia. Sejalan dengan namanya "Wanita" Wani Ing Tata atau perempuan yang paham tata krama.

Di sisi lain, Pangsi, yang sebenarnya adalah pakaian bagian bawah, memiliki makna "Tangtu" atau pendirian yang kuat, "Nangtu" atau teguh, dan "Samping" atau rendah hati. Meskipun awalnya hanya merujuk pada bagian bawah pakaian, masyarakat secara umum menyebutnya sebagai pakaian adat khas Jawa Barat secara keseluruhan.

Makna dari kedua pakaian adat ini membuka wawasan mahasiswa PGSD Universitas Pelita Bangsa terhadap kekayaan budaya lokal dan mencerminkan sifat-sifat yang dihargai dalam dunia pendidikan. Seperti makna dari kebaya yang mengajarkan kesederhanaan, keanggunan, kelembutan, dan ketangguhan, sifat-sifat ini menjadi kriteria utama seorang pengajar yang berhasil. Begitu pula, pangsi mengajarkan "teguh pendirian" dalam mengajar, menekankan konsistensi dan ketegasan dalam mempertahankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai.

Mahasiswa PGSD Universitas Pelita Bangsa tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga membuka wawasan akan kebudayaan lokal. Menggunakan pakaian adat daerah sebagai seragam kampus bukan hanya menjadi tanda identitas, melainkan juga cara yang indah untuk membuka mata mahasiswa terhadap keberagaman budaya. Tindakan ini tidak hanya mempromosikan keberagaman, tetapi juga menjadi sumber kebanggaan bagi mahasiswa terhadap warisan budaya mereka sendiri.

Pentingnya melestarikan budaya dalam pendidikan adalah kunci untuk membentuk pemimpin masa depan yang bijaksana, toleran, dan berpikiran terbuka. Mahasiswa PGSD, sebagai agen perubahan positif, memiliki peran krusial dalam mempromosikan keberagaman budaya dan melestarikan warisan nenek moyang. Dengan menghargai dan merayakan keberagaman budaya, mahasiswa bukan hanya menimba ilmu, tetapi juga menjadi penjaga kearifan lokal yang mampu menyatukan perbedaan. Melalui pendidikan yang mencintai dan menghormati keberagaman budaya, mahasiswa membuka pintu menuju masa depan yang penuh makna, kebijaksanaan, dan harmoni sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline