Agaknya 2020 selayaknya portal dimana seluruh umat manusia ditarik secara paksa menuju cara hidup yang baru. Salah satu aspeknya adalah cara belajar mengajar. Mungkin yang dikatan sebuah kebiasaan normal yang baru secara cepat telah disepakati berubah total, namun kita saat ini sedang berusaha menemukannya. Belajar mengajar secara tatap muka akan diringgalkan. Belajar mengajar dalam hal praktek tetap dikecualikan.
Namun selama semuanya bisa tanpa tatap muka, sepertinya akan terus dilakukan. Semakin dilawan, maka umat manusia akan semakin dibenturkan dengan angka-angka statistik menyeramkan akibat Covid 19.
Lalu pertanyaan besarnya, bagaimana cara belajar mengajar dimasa depan?
Jadi begini, mengapa diawal kita disebutkan dipaksa berubah dengan cepat? karena, sepertinya PR kita belum selesai dalam membahas sistem pendidikan di Indonesia. Sebuah sistem yang stagnan, dituntut berubah, namun tak kunjung menemukan cara terbaik.
Lihat saja kembali bagaimana hampir hampir tiap tahun akan ada banyak perubahan kurikulum, cara kelulusan, bentuk ujian, serta sistem standarisasi sekolahan. Belum selesai membahas hal hal tersebut, kita malah dipaksa berhenti total. Kemudian dituntut memikirkan cara terbaik yang paling efektif, disaat pembahasan masalah sebelumnya belum pernah selesai.
Lalu, harus bagaimana lagi?
Dunia bergerak begitu cepat. Meme warganet menggelitik sekaligus mengusik atas realita yang menggelikan. Komputer dari sebesar bus, berubah sebesar lemari, dan saat ini berubah sebesar kotak nasi. Namun sistem pendidikan kita tidak mengalami perubahan, hanya duduk dikelas, seragam yang disamakan, guru dengan penggaris kayu panjang mendekte atau menulis di papan. Benar, sudah ada beberapa yang dirasa lebih baik dari mengajar sistem kolot tersebut.
Lagi lagi pertanyaannya, apakah sudah merata diterapkan? tidak dipungkiri jawabanya belum. Tentunya masih ada yang seperti itu. itulah yang juga dimaksud di pernyataan sebelumnya, dimana kita masih memikirkan masalah yang sebelumnya dan belum selasai. Kita belum selesai berbicara soal pemerataan dan segala macamnya.
Ibarat, kita sedang mendayung kapal bersama. Lalu masih ada yang menggunakan dayung pendek, panjang, belum lagi masih membahas baik mana antara layar atau dayung. Masih mulai menguji coba mesin penggerak kapal. Perdebatan pun tak bisa terelakan mesin dengan bentuk, ukuran, dan kemampuan yang bagaimana.
Tiba tiba kapal tersebut melewati sebuah portal, dimana laut berubah menjadi beku. Disisi lain seluruh isi kapal dituntut harus bergerak cepat, atau ketinggalan dari yang lain. Merekapun akhirnya mulai berfikir, apaka bergerak menggunakan kapal masih efektif? Bagaimana jika berbicara tentang alat transportasi lain?
Lalu, bagaimana dengan kapal kita?