Lihat ke Halaman Asli

Faiz

Ruang kost

teori pembelajaran kontekstual

Diperbarui: 8 Juni 2024   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Contextual Teaching  and Learning
  • Pembelajaran kontekstual, yang biasa disebut CTL (Contextual Teaching and Learning), adalah sebuah pendekatan pengajaran di mana ide-ide yang sedang dibahas disajikan dalam konteks otentik untuk membantu siswa memahami materi dan memahami bagaimana hal itu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka.[1] Menurut Nurhadi, CTL ialah konsep pembelajaran mengaitkan materi yang diberikan terhadap keadaan, situasi dan suasana nyata peserta didik yang dapat menstimulus siswa untuk menerapkannya terhadap linngkungan sekitar.[2]
  •  
  • Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, penerapan pendekatan kontekstual dalam pendidikan memungkinkan guru menjalin hubungan antara materi pelajaran dan situasi kehidupan nyata, sehingga menumbuhkan kemampuan siswa dalam menghubungkan pengetahuan. Suherman lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan penggabungan peristiwa dunia nyata yang ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari, melibatkan mereka melalui berbagai metode seperti stimulasi, bercerita, dialog, dan sesi tanya jawab. Johnson mengusulkan bahwa sistem CTL adalah pendekatan pendidikan yang dirancang untuk membantu siswa dalam mengenali pentingnya konten akademik yang mereka pelajari dengan membangun hubungan antara mata pelajaran akademik dan konteks kehidupan nyata, khususnya dalam situasi pribadi, sosial, dan budaya mereka.[3]
  •  
  • Istilah kontekstual berasal dari istilah Bahasa inggris yang berhubungan dengan suasana, keadaan dan konteks. Maka dari itu, kontekstual dapat diartikan  sesuatu yang berhubungan dengan suasana.[4]
  •  
  • Secara garis besar, pembelajaran berbasis kontekstual ialah proses pembelajaran yang menekankan proses keikutsertaan siswa dalam memahami materi yang kemudian dihubungkan dalam kehidupan nyata, sehingga peserta didik dapat menngimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.[5]
  •  
  • Dalam prosesnya, pembelajaran berbasis kontekstual tidak hanya proses mendengarkan dan mencatat, namun belajar yang melibatkan siswa mengalami apa yang dipelajari. Hal tersebutkan dimaksudkan agar siswa berkembang secara penuh, tidak hanya aspek kognitif, namun aspek lainnya seperti aspek psikomotorik dan afektif.
  •  
  • Pembelajaran kontekstual, proses belajar tidak  hanya menghafal akan tetapi mengkonstruksi pengetahuan yang peserta didik miliki. Karena dalam pembelajaran berbasis kontekstual, pengetahuan tidak hanya diberikan (transfer of knowledge), namun diperoleh dengan merekontruksi dan dibentuk oleh peserta didik sendiri. Pembelajaran berbasis kontekstual mewadahi peserta didik dalam kegiatan belajarnya untuk mmengolah, menemukan  dan mencari pengalam belajar yang lebih bersifat konkrit melaui keikutsertaan kegiatan peserta didik dalam melakukan, mencoba dan mengalami sendiri. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis kontektual lebih mementingkan sebuah proses daripada sebuah produk.
  •  
  • Pembelajaran berbasis kontekstual ini didasari oleh aliran filsafat konstruktivisme yang digagas oleh Mark Baldwin yang kemudian disempurnakan oleh Vygotsky dan Jean Piaget. Dalam aliran filsafat konstruktivisme, proses belajar tidaklah sekedar menghafal, melainkan proses merekonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
  •  
  • Konsep proses belajar yang dipengaruhi oleh perspektif filosofis konstruktivis tentang hakikat pengetahuan menekankan bahwa belajar lebih dari sekedar menghafal. Sebaliknya, ini merupakan proses aktif konstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh setiap individu. Proses ini ditandai dengan sifat aktifnya. Niatnya tidak semata-mata bersifat kognitif tetapi juga melibatkan tindakan fisik. Hal ini menandakan bahwa siswa memperoleh pengetahuan melalui melakukan aktivitas fisik. Proses asimilasi pengalaman atau materi yang melibatkan pendidikan mental peserta dikembangkan secara aktif. Perkembangan ini sejalan dengan filosofi yang mendasari bahwa pengetahuan dibangun di atas pengetahuan yang sudah ada. CTL terbentuk sebagai hasil keterlibatan aktif subjek, dan jika diperiksa melalui lensa psikologis, CTL berakar pada prinsip psikologi kognitif. Proses ini mengikuti aliran tertentu. Teori perkembangan kognitif dari Piaget berkisar pada dua konsep utama: fungsi dan struktur. Konsep-konsep ini penting untuk memahami bagaimana pembelajaran berlangsung, karena berkaitan dengan pemahaman individu terhadap lingkungannya.[6]
  •  
  • Dalam ranah praktik pembelajaran kontekstual, Zahronik menguraikan komponen-komponen penting yang dianggap wajib oleh Abdul Majid, antara lain:
  •  
  • Melibatkan aktivasi pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, juga dikenal sebagai pengaktifan pengetahuan. Perluas pemahaman dengan memperoleh pengetahuan baru.
  •  
  • Proses memperoleh pengetahuan baru mengikuti pendekatan deduktif, dimana seseorang memulai dengan memahami keseluruhannya sebelum menggali secara spesifik. Metode ini memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap pengetahuan yang diperoleh, memastikan bahwa pengetahuan tersebut tidak hanya bersifat dangkal.
  •  
  • Menerapkan ilmu dalam situasi praktis dan melaksanakannya, bukan sekadar menghafalkannya, dapat dicapai melalui pemahaman dan keyakinan, yang dapat dipupuk melalui diskusi.
  •  
  • Meneliti pengetahuan. Berdasarkan premis mendasar bahwa anak-anak memperoleh pengetahuan tidak hanya melalui informasi yang diberikan dari guru atau orang lain, namun melalui proses penemuan dan penciptaan mereka sendiri, penting bagi pendidik untuk memandang siswa sebagai subjek penyelidikan, menghargai individualitas mereka dalam setiap aspek.[7]
  •  
  • Dalam ranahnya, CTL juga mempunyai dasar-dasar yang malandasinya, antara lain:
  •  
  • Kotruktivisme
  •  
  • Seperti paparan yang disebutkan di atas, kontruktivisme merupakan proses menciptakan dan membangun pengetahuan baru dalam ranah intelektual berdasarkan pengalaman. Pandangan aliran filsafat konstruvisme beranggapan bahwansanya pengetahuan tidak hanya terbentuk dari objek semata, namun terbentuk dari kemampuan individu sebagai subjek yang menganalisis objek yang diamatinya. Secara sederhananya, pengetahuan menurut kontrusktivisme berasal dari luar akan tetapi direkonnstruksi dari dan oleh dalam diri sesorang, oleh karena itu, pengetahuan bersifat dinamis.[8]
  •  
  • Inkuiri
  •  
  • Secara garis besar, inkuiri merupakan proses menemukan dan  mencari pengetahuan melalui proses berpikir secara sistematis. Oleh karena itu, pendidik tidak hanya menyiapkan materi untuk dihafal dalam proses pembalajaran, akan tetapi juga merancang proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat menemukan pengetahuan secara mandiri.
  •  
  • Bertanya
  •  
  • CTL pada dasarnya proses belajar, yang mana pendidik tidak hanya mentransfer pengetahuan, akan tetapi dapat mencitpkan suasana pembelajaran yang dapat memancing peserta didik untuk bertanya. Karena pada hakekatnya, bertanya dapat dipandang sebagai keingintahuan peserta didik dalam menggali informasi dan pengetahuan  dalam penguasaan materi pembelajaran.
  •  
  • Masyarakat Belajar (Learning Commmunity)
  •  
  • Konsep Masyarakat Belajar dalam konteks pemebelajaran berbasis konntekstual menyarankan agar peserta didik memperoleh pengetahuan melalui kerjasama dengan yang lainnya.
  •  
  • Pemodelan (Modeling)
  •  
  • Pemodelan ialah pembelajaran dengan cara memeragakan sesuatu sebagai contoh konkret yang dapat dipahami oleh peserta didik.
  •  
  • Refleksi
  •  
  • Refeleksi merupakan proses mengulaingi pengalaman pembelajaran yang telah dilalui peserta didik secara procedural. Hal tersebut diharapkan agar peserta didik mengingat Kembali, memperbarui dan menambah pengetahuan sehingga peserta didik dapat menyimpulkannya sendiri.
  •  
  • Penilaian Nyata
  •  
  • Penilaian nyata merupakan proses mengumpulkan informasi peserta didik selama proses pembelajaran yang dapat diperoleh melalui beberapa kegiatan (tes, evaluasi dll) oleh pendidk sebagai tolak ukur perkembangan belajar.[9]
  •  
  • Pembelajaran dikatakan berbasis kontekstual ditandai dengan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, pembelajaran dari teman sejawat melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling koreksi, serta keterkaitan pembelajaran dengan situasi dan permasalahan kehidupan nyata, keterampilan dikembangkan melalui pemahaman, kepuasan diri adalah hasil dari perilaku yang baik, dan siswa terlibat dalam pemikiran kritis, partisipasi aktif, dan tanggung jawab bersama untuk menumbuhkan pengalaman belajar yang efektif sambil menggabungkan struktur pengetahuan mereka sendiri.
  •  
  • Karakteristik pembelajaran kontekstual ialah pemebelajaran yang memepunyai karakteristik
  •  
  • Suatu pembelajaran yang dilakukan dalam suatu konteks autentik yakni pembelajaran yang yang dilakukan dalam mencapai keterampilan dalam konteks di dunia nyata dan bisa di sebut juga kegiatan pembelajaran yang dilakukan di lingkungan alamiah (learning in real life setting).
  •  
  • Pembelajaran ini yakni yang sangat mendukung dan juga memberikan tugas yang memiliki makna (meaning learning).
  •  
  • Pembelajaran yang di lakukan untuk memberikan pengalaman yang sangat bermakna kepada teman kita (learning by doing)
  •  
  • Pembelajaran yang di lakukan melalui kerja kelompk, berdiskusi, saling membenarkan apabila teman kita mengalami kesalahan (learning in a group).
  •  
  • Pembelajaran ini yakni selalu memberikan kesempatan bagisiswa nya untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami satu sama lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
  •  
  • Pembelajaran ini juga dilakukan secara aktif , kreatif , produktif , dan lebih mementingkan kerja sama (learning to ask,to inquiry ,to work together).
  •  
  • Pembelajaran ini lebih condong saat dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).[10]

 

Adapun di sosialisasikan oleh Depdiknas yakni karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual memilki beberapa point :

 

  • Kerjasama
  •  
  • Saling menunjang
  •  
  • Menyenangkan
  •  
  • Tidak membosankan
  •  
  • Belajar dengan bergairah
  •  
  • Pembelajaran terintegrasi
  •  
  • Memakai berbagai sumber
  •  
  • Siswa aktif[11]
  •  
  • Dan ada juga menurut kunandar. Yakni ciri ciri pembelajaran kontekstual yaitu:
  •  
  • Adanya Kerjasama antara semua pihak
  •  
  • Selalu menekankan untuk pentingnya masalah
  •  
  • Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda – beda
  •  
  • Saling mendukung
  •  
  • Menyenangkan dan tidak membosankan
  •  
  • Belajar dengan bergairah
  •  
  • Pemebelajaran yang terintegrasi
  •  
  • Menggunakan berbagai sumber
  •  
  • Siswa aktif
  •  
  • Sharing terhadap teman di sekitar
  •  
  • Siswa yang berpikir secara kritis dan juga guru yang kreatif
  •  
  • Dinding kelas dan Lorong – Lorong yang penuh haisl karya siswa seperti artikel, peta peta , gambar, humor dan sebagaianya
  •  
  • Laporan kepada kepada orang tua bukan hanya rpot saja melainkan seperti hasil karya siswa, karangan siswa dan sebagaianya.[12]
  •  
  • Jadi dapat di simpulkan bahwasannya model pemebelajaran ini meliputi peningkatan untuk siswa , model demokrasi , pemahaman siswa  dan informasi yang di berikan  sesuai atas kebutuhan siswa.
  •  
  • Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran kontekstual dalam sebuah pembelajaran menurut saliman, sebagai berikut:
  •  
  • Pendekatan pembelajaran tersebut dikenal dengan sebutan Problem-Based Learning
  •  
  • Pengajaran Otentik dicirikan oleh pendekatan pengajaran yang menggunakan isu-isu dunia nyata sebagai kerangka bagi siswa untuk mengembangkan pemikiran kritis dan kemampuan pemecahan masalah, sehingga memperoleh pemahaman komprehensif tentang pengetahuan dan konsep penting dalam materi pelajaran.
  •  
  • Pembelajaran Berbasis Inkuiri adalah metode pendidikan yang memungkinkan siswa memperoleh konteks bermakna dengan mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mengatasi masalah-masalah penting dalam kehidupan nyata.
  •  
  • Pembelajaran yang memanfaatkan prinsip-prinsip metodologi ilmiah dan memupuk lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran sejati, Pembelajaran Berbasis Proyek muncul sebagai pendekatan pendidikan yang menonjol. Siswa diberi kesempatan untuk secara mandiri mengkonstruksi pembelajarannya, memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru, yang pada akhirnya berpuncak pada penciptaan produk yang nyata.
  •  
  • Work-Based Learning atau dikenal juga dengan pendekatan pembelajaran menjadi topik pembahasan yang kelima.
  •  
  • Salah satu pendekatan pembelajaran, yang dikenal dengan Service Learning, memungkinkan siswa memanfaatkan skenario kerja kehidupan nyata sebagai dasar mempelajari bahan ajar dan kemudian menerapkan pengetahuannya di tempat kerja mereka sendiri. Melalui proyek, tugas, dan kegiatan terstruktur, penerapan praktis pengetahuan baru dan berbagai keterampilan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lainnya.
  •  
  • Pembelajaran Kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang spesifik. Untuk mengoptimalkan lingkungan belajar dan mencapai tujuan pendidikan, akan bermanfaat jika menggunakan kelompok siswa kecil yang bekerja secara kolaboratif.[13]
  •  
  • Pembelajaran kontekstual hadir sebagai alternatif yang layak terhadap bentuk-bentuk pendidikan tradisional, yang secara efektif mengurangi prevalensi pendekatan verbalisme dan teoritis yang berlebihan.
  •  
  • Lebih lanjut, bentuk pendidikan ini menawarkan penguatan pengetahuan dengan membangun pemahaman yang komprehensif. Hal ini dicapai dengan menghubungkan makna dan tujuan dari apa yang dipelajari siswa dengan pengalaman kehidupan nyata. Model pembelajaran kontekstual memfasilitasi pengalaman belajar tersebut.
  •  
  • Kepemilikan pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas; itu jauh melampaui itu. Yang lebih penting adalah penerapan pengetahuan dalam situasi kehidupan nyata, di mana siswa ditantang untuk merespons dan memecahkan masalah otentik yang mereka temui sehari-hari. Pendekatan pembelajaran berdasarkan pengalaman ini membangun hubungan ideal antara masalah dunia nyata dan teori yang diajarkan atau disajikan kepada siswa. Akibatnya, siswa secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah, memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline