Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Najib

Mahasiswa & Muhibbin

Puisi untuk Ayah

Diperbarui: 12 Oktober 2019   04:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berawal dari rindu yang bergentayangan

Merasuk kalbu hingga lupa diri

Hanya hilang akal bukanlah tuannya

Melainkan ia diperintah hati yg tengah tertetekan dibuat zaman.


Aku kehilangan vibrasimu

Aku kehilangan sapihanmu

Aku kehilangan romansa futuristikmu

Dan hilang semua inginku .. 


Aku datang sebagai dracula

Pulang hanya darah

Aku datang sebagai panglima

Pulang hanya pisau

Aku datang sebagai Barseso

Pulang hanya nama

Aku datang sebagai aku

Pulang hanya serpihan debu..


Tanpamu aku hanyalah cangkir teh tua

Yang tak bertuan dan tak bertumpu..

Tanpamu aku hanyalah cangkir teh tua

Yang berkarat dan yang penuh cacat..

Dan Tanpamu Ayah,, aku hanyalah cangkir teh tua

Yang tak berpelangi dan sepi menanti mati..

Tuhan jagalah Ayah dinirwana.. Amin.

Puisi ini kudedikasikan penuh untuk Almarhum Ayah yang telah berpulang tepat 20 Tahun lalu.

Kehilangan Ayah diusia sangat tidak wajar yaitu 2 tahun membuat penulis kehilangan sosok Pembimbing atau Teladan sebagai Pria Sejati.

Tetapi sejatinya penulis selalu bersyukur karena dilahirkan, dirawat dan dibesarkan oleh sosok ibu yang sangat luar biasa tiada duanya yang mampu membuat penulis keluar dari sangkar kesedihan yang berkepanjangan karena kehilangan sosok ayah.

Terimakasih Ibuku Hj. Elvi Diana ❤❤

Love you more.. Love you Forever.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline