Lihat ke Halaman Asli

Air Mata Khanza

Diperbarui: 21 Mei 2016   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

        

Muhammad David Al-Musannif

Siswa MA KMM Kauman Padangpanjang

Ceritaku ini adalah tengang Khanza. Gadis jenius yang duduk disampingku. Bertekuk lutut menangis di hadapan seorang laki-laki tua. Ayahnya. Luntur sudah bedak yang merias wajahnya. Air matanya begitu deras kulihat. Meski tak terdengar bagaimana arusnya. Isaknya terdengar sesegukan.

“Ayah, maafkan Khanza.” Ucapnya masih menangis. Tak kuasa lelaki tua yang dipanggilnya ayah itu menahan haru. Dielusnya kepala gadis itu. Berderai pulalah air matanya. Banyak sebab yang buat ia (lelaki itu) ikut menangis. Pertama adalah tangis haru karena putri tunggalnya itu hendak lepas pula dari keluarganya. Tak ada putri lagi di keluarganya. Hanya ada abang Khanza dua orang dan saeoranglah adiknya. Laki-laki juga.

Memanglah benar kata orang, "Air mata tak memandang sesiapa untuk jatuhnya. Laki-laki atau perempuan, orang kuat atau lemah, orang gila atau waras. Juga tak memandang situasi. Ramai atau lengang, sedih atau bahagiakah. Jika seseorang itu punya hati, dan tersentuh ia. Maka deraian air mata itu tak dapat ditahankan"

Begitulah yang aku lihat sekarang. Ayah dan anak itu saling menitikkan air matanya. Saling meminta maaf akan masa lalu nan pedih.

“Nak, Maafkan ayah… yang pernah menyesali kehadiranmu karena engkau perempuan. Maafkan ayah yang sesalkan engkau tak akan bisa berbuat apa-apa. Sangkaan ayah salah ternyata… Nyatanya dirimulah yang harumkan nama keluarga kita. Maafkan ayah, Nak. Maafkan…”

Tutur lelaki itu terhenti dalam isaknya yang tak dapat ditahannya. Gadis itu menggenggam erat tangan ayahnya disertai tangis pula. Haru menyaksikan tragedi itu tak ku tahan juga. Aku hanya bisa menyaksikan kejadian itu. Tak bisa ku hentikan. Sebab itulah masa mereka untuk saling bermaafan.

Aku dan bapakku pun begitu. Bersalaman hendak pinta maaf serta doa dan restu darinya. Ibuku… Sudah lama pergi. Semoga tenang ia di alam sana. Di sorga hendaknya. Aamin.

“Kamu ingat Musa! Perempuan adalah cermin kehidupan. Jangan kau bentak ia kalau ada salahnya. Sesungguhnya dia adalah tegar namun lembut.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline