Menjadi seorang ayah baru adalah pengalaman yang luar biasa, penuh dengan kebahagiaan dan harapan. Namun, di balik kebahagiaan itu, ada banyak perubahan besar yang harus dihadapi. Mulai dari tanggung jawab baru, penyesuaian rutinitas, hingga tantangan emosional yang tak terduga.
Tidak jarang, perasaan campur aduk seperti cemas, lelah, dan bahkan sedih muncul di tengah momen-momen yang seharusnya membahagiakan. Fenomena ini, yang sering disebut sebagai daddy blues, menjadi dilema yang sering kali tidak terlihat, tetapi nyata dirasakan oleh banyak ayah baru.
Peran sebagai ayah, yang sering kali dianggap harus kuat, tangguh, dan selalu mendukung keluarga, membuat banyak pria enggan mengungkapkan perasaan mereka. Padahal, menjadi ayah bukan hanya soal memenuhi kebutuhan fisik dan material, tetapi juga tentang menghadapi gelombang emosi yang datang seiring perubahan besar ini.
Banyak orang mengira bahwa hanya ibu yang mengalami baby blues pasca melahirkan, tetapi nyatanya, ayah juga menghadapi tekanan emosional yang tak kalah berat. Tekanan ini sering kali tidak disadari, bahkan oleh ayah itu sendiri, karena fokus utama keluarga biasanya tertuju pada ibu dan bayi yang baru lahir.
Ayah, yang berada di tengah peran sebagai pendukung keluarga, sering kali merasa harus menyembunyikan emosi mereka agar terlihat kuat. Padahal, di dalam hati mereka, ada rasa cemas, khawatir, atau bahkan takut akan kemampuan mereka sebagai orang tua baru.
Selain itu, tanggung jawab baru yang datang secara mendadak dari membantu merawat bayi hingga memastikan kestabilan finansial dapat membuat ayah merasa kewalahan. Ditambah lagi, perubahan rutinitas seperti kurangnya tidur dan hilangnya waktu untuk diri sendiri turut memperburuk kondisi emosional. Semua ini dapat memicu perasaan campur aduk yang sering kali sulit dijelaskan, membuat ayah baru merasa bingung atau bahkan terisolasi.
Perasaan daddy blues ini biasanya muncul di minggu-minggu awal setelah kelahiran anak. Pada masa ini, ayah baru sering kali berjuang untuk menyesuaikan diri dengan rutinitas yang berubah drastis. Malam-malam tanpa tidur karena bayi yang sering terbangun, tangisan yang sulit dihentikan, dan tanggung jawab baru yang terus bertambah dapat menimbulkan tekanan fisik dan mental.
Selain itu, banyak ayah merasa kurang terhubung dengan bayi dibandingkan ibu, yang memiliki ikatan lebih alami melalui proses kehamilan dan menyusui. Perasaan ini sering kali memunculkan keraguan tentang kemampuan mereka sebagai orang tua, yang pada akhirnya menambah beban emosional.
Dalam beberapa kasus, daddy blues juga dipicu oleh perasaan diabaikan. Fokus utama keluarga biasanya tertuju pada ibu dan bayi, sehingga ayah merasa peran dan kebutuhannya kurang diperhatikan. Hal ini dapat memunculkan rasa kesepian atau bahkan frustrasi, meskipun ayah mungkin tidak secara langsung mengungkapkannya.
Kondisi ini sering dianggap sepele atau diabaikan, padahal dampaknya bisa cukup besar. Ketika daddy blues tidak ditangani, hal ini dapat memengaruhi hubungan ayah dengan anak, pasangan, dan bahkan dirinya sendiri.