"Globalisasi tidak hanya berdampak pada perkembangan ekonomi dan teknologi, tetapi juga mempengaruhi cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi."
Kehadiran bahasa global seperti Inggris dan Mandarin yang semakin mendominasi media, pendidikan, dan pekerjaan membuat bahasa daerah semakin tersingkir dari kehidupan sehari-hari.
Banyak generasi muda yang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing dalam percakapan sehari-hari, sementara bahasa daerah hanya dipakai oleh sebagian kecil masyarakat, terutama oleh generasi tua yang masih menjaga nilai-nilai tradisional.
Situasi ini semakin memperkuat kesenjangan antargenerasi dalam mempertahankan bahasa daerah. Ketika bahasa daerah mulai terlupakan, makna budaya, filosofi hidup, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur pun turut terkikis.
Padahal, bahasa daerah adalah cerminan identitas, sejarah, dan kearifan lokal yang membentuk keragaman Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya upaya revitalisasi yang sistematis dan berkelanjutan untuk memastikan bahasa daerah tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Upaya revitalisasi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan peran serta aktif dari masyarakat dan individu agar bahasa daerah tetap relevan dan memiliki tempat dalam kehidupan modern.
Mengapa Bahasa Daerah Mulai Terpinggirkan?
Bahasa daerah mulai terpinggirkan karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu faktor utama adalah dominasi bahasa nasional dan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional menjadi bahasa pengantar utama di sekolah, tempat kerja, dan berbagai institusi, sehingga bahasa daerah seringkali dianggap kurang relevan atau kurang bermanfaat, terutama di wilayah perkotaan. Selain itu, bahasa asing seperti Inggris dan Mandarin semakin mendominasi karena dianggap penting untuk peluang karier, pendidikan, dan akses terhadap teknologi serta informasi global.
Urbanisasi dan migrasi juga menjadi penyebab penting. Banyak masyarakat yang pindah ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan atau pendidikan. Di lingkungan perkotaan, interaksi antardaerah dan budaya membuat penggunaan bahasa nasional dan bahasa asing lebih lazim, sementara penggunaan bahasa daerah berkurang drastis. Anak-anak yang lahir dan besar di kota pun lebih sering berkomunikasi dalam bahasa Indonesia atau asing, sehingga jarang terpapar bahasa daerah mereka.