Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Dahron

TERVERIFIKASI

Karyawan

Mengapa Keterwakilan Perempuan dalam Pilkada 2024 Masih Minim?

Diperbarui: 4 September 2024   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kandidat pilkada 2024 keterwakilan perempuan, Ibu Khofifah cagub Jawa timur (sumber gambar: Facebook/ Nings Sby)


Pilkada merupakan ajang penting dalam demokrasi di Indonesia, di mana masyarakat memiliki hak untuk memilih kepala daerah secara langsung. 

Akan tetapi, fakta yang patut disesalkan adalah minimnya keterwakilan perempuan dalam pilkada. Padahal, partisipasi perempuan di dalam politik seharusnya dijamin sebagai bagian dari kesetaraan gender dan hak asasi manusia.

Lalu, mengapa keterwakilan perempuan dalam pilkada masih minim di era modern seperti sekarang ini? Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, di antaranya:

1. Budaya patriarki 

Budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat Indonesia dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk dalam dunia politik. Keterwakilan perempuan yang masih minim dalam pilkada merupakan salah satu indikator rendahnya partisipasi perempuan di bidang politik.

Patriarki sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang mengutamakan kekuasaan laki-laki dan menganggap kedudukan perempuan sebagai anak tangga atau bahkan sebagai objek dalam masyarakat. Selain itu, patriarki juga mempertahankan norma-norma tradisional yang mengatur tugas dan peran gender, membuat perempuan kurang berani terjun dalam politik, atau bahkan dianggap tidak mampu untuk berpolitik, sehingga minimnya keterwakilan perempuan dalam Pilkada.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan banyak negara lainnya juga mengalami hal yang sama. Meskipun begitu, dampak yang ditimbulkan akibat minimnya keterwakilan perempuan dalam dunia politik sangat besar. Salah satunya adalah kebijakan publik yang lebih banyak mengabaikan kepentingan perempuan dan anak daripada kepentingan kelompok-kelompok lain yang lebih dominan, seperti kelompok elit atau korporasi.

Selain itu, kehadiran perempuan di dalam politik juga mampu meningkatkan kualitas kebijakan publik yang berbasis kesetaraan gender dan memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini kurang terpenuhi. Sehingga, penting untuk melibatkan perempuan dalam kontestasi pilkada 2024 sebagai langkah awal untuk mewujudkan tatanan politik yang lebih adil dan merata bagi semua kalangan di masyarakat.

2. Stereotip gender 

Stereotip gender merupakan asumsi atau pandangan umum yang menempatkan jenis kelamin tertentu dalam peran dan sifat tertentu. Stereotip gender yang diterapkan pada perempuan membuat gender menjadi faktor yang dibangun dalam proses sosialisasi masyarakat. Stereotip ini berdampak pada citra perempuan sebagai makhluk yang tidak mampu berkompetisi atau memimpin di dalam politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline