Dalam melaksanakan pembangunan, suatu daerah bisa mendapatkan biaya melalui berbagai sumber yang kemudian tergabung menjadi komponen APBD. Adapun APBD dirumuskan setiap tahun dan memiliki masa berlaku 1 tahun hingga APBD tahun berikutnya dianggarkan sebagaimana yang tercantum pada pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Adapun APBD komponen APBD sendiri seperti Pendapatan (Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah), belanja (Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja Tak Tersangka), surplus atau defisit (bergantung pada selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah).
Dalam periode satu tahun anggaran APBD, pendapatan daerah tidak selalu lebih tinggi dari belanja daerah. Ketika terjadi situasi seperti itu, pemerintah daerah memiliki sejumlah opsi lain untuk memenuhi kebutuhan pembiayaannya. Salah satu opsi tersebut adalah obligasi daerah. Obligasi Daerah adalah suatu instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai kebutuhan pembangunan. Obligasi Daerah dan Hutang Daerah merupakan dua hal yang berbeda. Hutang daerah, juga dikenal sebagai pinjaman daerah, adalah kewajiban yang harus dibayar oleh Pemerintah Daerah terhadap pihak lain, seperti bank, lembaga keuangan, atau masyarakat, untuk membiayai kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Hutang daerah dapat berupa hutang jangka pendek atau jangka panjang dan dapat dijamin oleh aset daerah atau dana lainnya. Hutang daerah dapat bersumber dari masyarakat, yaitu obligasi daerah, yang diterbitkan melalui penawaran umum di pasar modal.
Obligasi dapat diartikan sebagai surat pengakuan utang atau surat utang yang diterbitkan oleh pihak berhutang kepada pihak yang berpiutang. Obligasi diterbitkan beserta dengan perjanjian pembayaran kembali pokok utang dengan kupon bunga pada waktu yang disepakati. Obligasi daerah dapat didefinisikan sebagai surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah melalui penawaran umum di pasar modal. Obligasi Daerah tidak mendapatkan jaminan oleh Pemerintah Pusat sehingga segala bentuk dampak dari Obligasi Daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Pemerintah daerah dapat melakukan melalui peminjaman melalui berbagai sumber seperti pinjaman dari pemerintah pusat, pinjaman luar negeri, pinjaman dari pihak ketiga (termasuk perbankan), dan menerbitkan saham obligasi daerah. Dari sejumlah opsi tersebut, penerbitan obligasi daerah menjadi pilihan paling prospektif di masa yang akan datang mengingat jaminan atas penerbitan obligasi ini umumnya hanya kredibilitas Pemerintah Daerah. Obligasi Daerah diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal domestik dalam mata uang rupiah. Hasil penjualan digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Berikut adalah dasar hukum pengadaan obligasi daerah.
DASAR HUKUM
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;