Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Azzam Solaahuddin

Political Science - UIN Jakarta

Signifikansi Perbedaan dan Sikap antara NU dan Muhammadiyah dalam Menghadapi Era Modernisasi

Diperbarui: 20 Desember 2022   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istilah modern secara bahasa berarti baru, kekinian, akhir, up-todate atau semacamnya. Bisa dikatakan sebagai kebalikan dari lama, kolot atau semacamnya. Menurut beberapa ahli, hakikat modernisasi adalah tatanan Masyarakat modern atau masyarakat yang sedang bergerak menuju modernitas. Bagi ahli lainnya, esensi modernitas adalah individualitas. 

Dalam studi modern sejarah Muslim ditemukan bahwa, Meski berdasarkan agama yang sama, pemeluk agama itu.ada pemahaman yang berbeda, dan perbedaan ini sering memicu percikan api persaingan dan konflik, menghadapi tantangan modernitas. Di Masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, hanya dikenal dengan kehadiran agama Islam NU dan Muhammadiyah Islam.

NU sering dipandang sebagai kelompok tradisionalis. Muhammadiyah, sebagai kelompok modernis. Namun, dikotomi hal itu kemudian dianggap tidak layak lagi karena NU lebih terbuka terhadap modernitas dalam perkembangan selanjutnya. Bahkan, dalam kajian yang dilakukan Arbiyah Lubis, Muhammadiyah ditemukan masuk dalam kelompok tradisionalis modernis. Di mana Muhammadiyah tampil sebagai modernis hanya dalam bidang pendidikan, dan Muhammadiyah adalah tradisionalis dalam memahami Al-Quran Hadis sebagai sumber ijtihad.

Sementara itu, dalam kajian lain, Muhammad Azhar juga mengatakan dalam beberapa hal, yang dianggap NU tradisional ternyata lebih modern dari Muhammadiyah. Misalnya, proses penerimaan asas Pancasila, pendirian BPR Nusumma, ternyata NU seolah-olah yang mendahalui di banding Muhammadiyah. Nurcholish Madjid, tokoh intelektual muslim Indonesia, Dikatakan juga bahwa pola pemikiran neo-modernis Islam akan muncul di kalangan NU yang kaya akan khazanah klasik, bukan Muhammadiyah, dan hal itu kini telah ditunjukkan dengan munculnya Jaringan Islam Merdeka (JIL) yang tokoh utamanya adalah Kalangan Pemuda NU.

Terlepas dari perdebatan pendapat tentang masalah ini, terlihat bahwa di Indonesia, kelompok tradisionalis biasanya bergabung dengan organisasi yang disebut NU, sedangkan modernis, reformis, radikal, puritan dan Fundamentalis, lebih memilih Muhammadiyah sebagai organisasi agamanya. Untuk selanjutnya, untuk pengelompokan yang lebih mudah Muslim di Indonesia, biasanya hanya digunakan oleh dua organisasi ternama di atas.

Beberapa perbedaan antara NU dan Muhammadiyah adalah NU lebih bersifat pedesaan, membutuhkan simbol-simbol tradisional (seperti sarung dan sorban), praktik ibadah yang berlebihan, lebih percaya pada kata "ulama", lebih terikat pada jemaah, kurang inisiatif , dan memiliki struktur sosial yang lebih hierarkis. NU juga tidak menolak beberapa amalan ritual yang tidak disebutkan dalam hadits shohih atau tidak sesuai dengan pemikiran modern. Mereka berpendapat bahwa selama tidak ada kaitannya dengan masalah akidah, maka segala sesuatu yang tidak termasuk dalam hadits shohih belum tentu dilarang oleh Islam. Kaum tradisionalis menganut prinsip "adam alwujdan la yadullu ala adam al wujdan".

Sedangkan Muhammadiyah lebih bersifat urban (gejala perkotaan) dan sangat menghargai simbol-simbol modern (dulu dilambangkan dengan memakai dasi, dll) kritis, mandiri, egois, penuh inisiatif, dan beriman. bahwa segala sesuatu yang tidak disebutkan dalam hadits yang shohih melanggar prinsip-prinsip Islam dan tidak boleh dilaksanakan karena akan salah dan berdampak negatif pada iman. Misalnya, Muhammadiyah menggunakan satu adzan pada shalat Jumat sementara NU menggunakan dua adzan sebagai bagian dari praktik ritual.

Dalam bidang pendidikan, NU menggunakan gaya sorogan, dan menggunakan kitab kuning sebagai kajian. Sementara itu Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, menggunakan sistem klasikal, atau lebih memilih menggunakan kitab putih dari pada kitab kuning.

Sebenarnya kedua organisasi besar di Indonesia ini memiliki caranya sendiri untuk menghadapi era modernisasi. Karena di dalam islam sendiri juga banyak ragam dan sikap untuk menghadapi sesuatu yang ada. Karena terkadang modernisasi yang dikukan secara berlebihan dapat membawa pengaruh terhadap struktur sosial. Padahal di sisi lainnya agama islam juga kuat karena konservatisme atau tradisionalisme yang ditunjukkan oleh orang-orang islam. Maksud positif dari konservatisme yaitu, banyak orang islam yang membela mati-matian agamanya agar agama islam tidak lenyap, selain itu konservatisme dalam islam juga mendorong pada persatuan. 

Sedangkan sikap dari modernisme yang ada lebih condong ke arah individual. Oleh karena iu, perlunya keseimbangan antara modernisme dan konservatisme. Modernisme ditunjukkan agar tetap bisa mengikuti perkembangan yang ada, sehingga tidak terkesan kuno. Konservatisme juga dapat ditunjukkan agar tidak adanya kebebasan yang tanpa batas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline