Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Azzam Asrofi

Mahasiswa Hubungan internasional

Implikasi Geopolitik Dunia terhadap Kebijakan Nuklir Korea

Diperbarui: 13 September 2024   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nikkei Asia Dokumentasi

Semenanjung Korea telah menjadi pusat perhatian kajian geopolitik selama beberapa dekade terakhir, terutama sejak berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953. Ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan, serta keterlibatan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia, telah menciptakan dinamika yang kompleks dan sering kali tidak stabil. Hal ini tentu dipengaruhi oleh peta koalisi global yang dinamis. Dalam konteks ini, implikasi geopolitik memainkan peran penting dalam menentukan arah stabilitas di wilayah ini.  Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas di Semenanjung Korea antara lain power nuklir Korea Utara, geopolitik dunia dan juga dampak dari kebijakan luar negeri negara-negara besar.

Salah satu faktor paling signifikan yang mempengaruhi stabilitas di Semenanjung Korea adalah program nuklir Korea Utara. Sejak awal tahun 2000-an, Korea Utara telah mengembangkan kemampuan nuklirnya dengan cepat, bahkan dengan beberapa uji coba yang menciptakan security dilemma bagi negara negara kawasan. Tidak hanya itu, Tindakan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran di dunia internasional jika Korea Utara berhasil mempertahankan kemampuan nuklirnya secara permanen. Karena hal ini dapat mendorong pesaing utamanya korea Selatan untuk ikut memiliki senjata nuklir. Dampaknya, jika keduanya memiliki senjata nuklir maka menjadi tantangan besar bagi semenanjung dan stabilitas di Asia Timur.

Kemampuan nuklir akan memberikan rasa aman bagi pemimpin Korea Utara, yang mungkin merasa terlindungi dari agresi eksternal. Namun, hal ini juga dapat mendorong perilaku ekspansif. Dalam konteks ini, konsep "stabilitas-instabilitas paradoks" menjadi relevan. Ketika negara merasa aman karena memiliki senjata nuklir, mereka mungkin lebih cenderung untuk melakukan tindakan agresif terhadap tetangga mereka, karena mereka percaya bahwa tidak ada yang akan berani memicu balasan ancaman nuklir. Namun, Hal Ini justru dapat menciptakan ketegangan yang lebih besar di semenanjung korea dan meningkatkan risiko konflik berkepanjangan.

Konflik seperti ini sering kali dipicu oleh sejarah yang rumit dan perbedaan kepentingan yang mengakar. Kekalahan jepang pada perang dunia kedua menjadi awal mula perpecahan antara Korea Uni Soviet dan Korea Amerika Serikat. Hal ini memicu perbedaan politik seperti ideologi dan sistem pemerintahan kedua negara, yang dimana dampaknya mereka saling berlindung atau sejalan dengan peta geopolitik global. Sehingga tidak heran jika konflik di semenajung hingga hari ini terus melibatkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia. Mereka memainkan peran penting dalam menentukan stabilitas di Semenanjung Korea. Bahkan setiap interaksi geopolitik global selalu mempengaruhi sikap kedua negara dalam politik luar negerinya.

Amerika Serikat sebagai sekutu utama Korea Selatan, memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas powernya di asia juga mencegah dominasi nuklir Korea Utara. Namun, kebijakan luar negeri AS yang berubah-ubah dapat menciptakan ketidakpastian stablilitas  kawasan. Kebijakan Pivot to Asia memberikan dorongan terhadap korea Selatan untuk betindak secara aktif dalam mendukung upaya-upaya penyelesaian konfik baik melalui jalur diplomasi. berbeda jika AS memutuskan untuk mengurangi keterlibatannya di Asia, hal ini dapat memberikan ruang bagi Korea Utara untuk memperkuat posisinya dan meningkatkan powenya di kawasan.

Di sisi lain, China memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas kawasan Asia Timur. Namun, China juga dalam beberapa hal memiliki hubungan yang rumit dengan Korea Utara dan bertentangan juga dengan kebijakan Amerika Serikat. Kemudian Keterlibatan Rusia yang mungkin cukup terbatas, juga dapat mempengaruhi dinamika di kawasan ini, terutama jika Rusia melihat peluang untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia Timur. Oleh karena itu, konflik semenanjung ini akan semakin rumit dengan terlibatnya negara negara besar. Karena aktor utamanya tidak hanya Korea Selatan dan Korea Utara tapi juga kepentingan negara negara seperti China, Rusia dan Amerika Serikat.

Sebagai negara hegemon di Asia Timur, China memiliki pengaruh yang sangat strategis. Tidak hanya berperan dalam mendukung rezim Kim Jong Un dan berbagai macam upaya nuklirnya. Secara umum Politik luar negeri China juga aktif mendukung upaya perang Rusia di Ukraina. Sehingga publik Korea Selatan beropini bahwa Beijing tidak menjadi bagian dari poros mereka bahkan sebagai ancaman serius bagi negara mereka dalam dekade mendatang. Apalagi semakin banyak kebijakan Korea Selatan yang sesuai dengan Strategi Indo-Pasifik yang dipimpin AS. Hal ini justru semakin melihatkan peta koaliasi dikawasan asia timur. Sebagai negara super power Amerika ingin mempertahankan pengaruhnya di Kawasan ini melalui Seoul dan jepang. Sehingga jika kedepan ancaman yang terjadi adalah nuklir, maka korea Selatan sangat berpotensi mendapatkan akses bantuan nuklir AS.

Namun, isu yang berkembang selama dua decade terkahir ini adalah bagimana korea Selatan ingin melakukan nuklirisasi sebagai Upaya self defense dari potensi ancaman nuklir dari korea Utara. sebanyak 71% Masyarakat korea Selatan mendukung supaya pemerintah melakukan pembuatan senjata nuklir dengan relasi Amerika Serikat. Namun, dalam hal ini Amerika Serikat belum menentukan sikapnya apakah memberikan izin atau justru sebaliknya. Karena menurut sejumlah ahli strategi, Korea Selatan memiliki keunggulan dalam mengembangkan teknologi nuklir. Jika Korea Selatan memiliki senjata nuklir maka akan sangat mengganggu stabilitas semenanjung korea dan berpotensi perang nuklir antar korea juga perang dunia selanjutnya.

Implikasi geopolitik akan terus berpengatuh terhadap stabilitas Kawasan ini. Lantas, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana strategi yang dilakukan oleh kedua negara dalam menyikapi isu perbatasan ini?. Strategi kontainment dan deterrence adalah dua konsep penting dalam kebijakan luar negeri dan strategi militer, kedua strategi ini saling digunakan oleh kedua negara bahkan aliansinya. kontainment adalah strategi yang dirancang untuk mencegah ekspansi pengaruh atau kekuatan suatu negara, terutama yang dianggap sebagai ancaman. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh diplomat Amerika Serikat, George F. Kennan, setelah Perang Dunia II, sebagai respons terhadap ekspansi Soviet. Jika dikaitkan dalam konteks perang nuklir korea maka strategi ini identik dengan korea Selatan dengan beberapa strategi soft power seperti memberikan sangsi ekonomi, melakukan aliansi, dan kampanye NPT (Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons), dll.

Berbeda dengan Korea Utara yang cenderung melakukan Deterrence atau strategi yang bertujuan untuk mencegah agresi dengan menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk merespons secara kuat terhadap serangan. Seperti penggunaan atau uji coba senjata nuklir yang bertujuan untuk mencegah adanya potensi serangan dari negara lain. Meskipun demikian, dalam dunia militer strategi ini masih wajar dan tidak melanggar hukum internasional sejauh tidak memakan korban dan juga melewati batas teritorial kedaulatan suatu negara. Konfik di semenanjung ini mungkin dapat di redam bahkan di selesaikan melalui upaya diplomasi. Meskipun dalam realitanya selalu terhambat dengan adanya pengaruh negara negara besar dan implikasi geopolitik global. Sehingga beberapa kali upaya penandatanganan perjanjian damai sudah dilakukan, namun tidak berhasil dengan banyak faktor alasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline