Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menghadirkan kemudahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari menyusun ide hingga menyelesaikan tugas sehari-hari. Salah satu contoh yang paling populer adalah ChatGPT, yang memiliki kemampuan untuk memberikan rekomendasi, menjawab pertanyaan, dan membantu menyusun teks secara cepat. Namun, penggunaan teknologi semacam ini juga menimbulkan kekhawatiran bahwa kreativitas pengguna bisa terhambat. Artikel ini akan membahas bagaimana memanfaatkan ChatGPT secara bijak tanpa mengorbankan orisinalitas dan kreativitas kita.
Peran ChatGPT dalam Mendukung Proses Kreatif
Dilansir dari IDN Times (Desember 10, 2024), Uswatun Khasanah melaporkan bahwa ChatGPT masih mendominasi dunia AI, dengan total kunjungan lebih dari 2,3 miliar pada Maret 2024. Bahkan banyak perusahaan yang mulai mengintegrasikan teknologi ini untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan efisiensi operasional. Menurut laman ui.ac.id (Maret 25, 2024), Chat Generative Pre-Trained Transformer (ChatGPT) adalah produk AI yang dirancang untuk memenuhi keingintahuan manusia mengenai berbagai hal. Sejak diperkenalkan pada tahun 2018, ChatGPT terus berkembang pesat, dengan generasi keempat yang dirilis pada 2023, menawarkan kemampuan yang lebih dari 10 kali lipat dibandingkan generasi pertama.
ChatGPT bisa menjadi alat yang sangat berguna dalam mempercepat proses berpikir, mengembangkan ide, atau memberikan perspektif baru. Misalnya, seorang pendidik yang kesulitan merancang metode pengajaran dapat memanfaatkan ChatGPT untuk mendapatkan rekomendasi langkah-langkah yang relevan. Namun, peran ini tetap bergantung pada bagaimana pengguna memanfaatkan rekomendasi tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Oki Fitrian Rizki, Reno Fernandes, dan Rani Kartika pada Jurnal Naradidik Vol. 3 Nomor 3 Tahun 2024, disebutkan bahwa 80% mahasiswa Departemen Sosiologi UNP mengetahui kehadiran ChatGPT, dan 70% dari mereka memanfaatkannya untuk mencari referensi tugas akademik, seperti definisi teori-teori sosiologi atau tahapan penulisan artikel.
Sebagai seorang pendidik di madrasah aliyah, penulis juga memanfaatkan ChatGPT untuk membantu menemukan ide baru, mengembangkan berbagai solusi, merapikan teks, dan mengatasi kebuntuan kreatif. ChatGPT juga digunakan dalam pembelajaran, misalnya untuk memberikan alternatif ide mengenai metode pembelajaran aktif atau strategi pengajaran berbasis proyek.
Namun, meskipun ChatGPT memiliki banyak manfaat, penulis menyadari pentingnya memperhatikan potensi risiko penggunaan yang berlebihan, seperti: 1) terhambatnya kemampuan berpikir kritis dan menulis secara mandiri; 2) minimnya refleksi pribadi; dan 3) potensi melanggar etika penulisan.
Menurut Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) dalam webinar bertajuk "Etika Penggunaan ChatGPT di Lingkungan Akademik" yang dipublikasikan di laman ui.ac.id (Maret 25, 2024), AI dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun, meskipun AI membawa kemudahan, teknologi ini juga membuka potensi disruptif yang perlu diwaspadai, terutama dalam dunia pendidikan. Prof. Harkristuti menambahkan bahwa mahasiswa dan murid bisa memanfaatkan ChatGPT untuk menyusun karya tulis, namun hal ini membawa tantangan tersendiri dalam hal etika dan kecerdasan manusia.
Menurut Prof. Dr. Wisnu Jatmiko, M. Kom.Eng., Guru Besar Fasilkom UI, ChatGPT memang cerdas, namun dapat salah memahami konteks dan menghasilkan output yang tidak akurat. Oleh karena itu, pemanfaatan ChatGPT yang kurang tepat bisa menumpulkan pemikiran kritis mahasiswa, yang seharusnya menjadi salah satu kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan.
Panduan Memanfaatkan ChatGPT Secara Bijak