Syahdan, cintanya bertepuk sebelah mata. Statusnya sebagai pasangan tak lagi digubris. Ia ditinggal pergi oleh pujaan hatinya yang sudah lebih dahulu menyandang status merdeka. Budak hitam itu menangis tersedu-sedu, terpatah-patah hati dan terseok-seok perasaan. Kesedihanya tak terbendung hingga hatinyapun seakan hancur berkeping-keping hingga tak berbentuk lagi.
Air matanya mengalir deras hingga banjir air mata itu sampai bergemuruh di penjuru Madinah. Mengemis cintapun rasanya tak lagi ada guna, bersebab Barirah sudah lagi merasa tak sekufu dan tak lagi sepadu. Mughits hanyalah budak biasa dan Barirah adalah wanita merdeka. Selesailah kisah cinta mereka.
Janggut panjang Mughits menjadi saksi bisu, bagaimana lelaki legam itu menangis hingga membasahi bumi. Mereka dipisahkan oleh keadaan dan perasaan. Mughits yang begitu cintanya pada Barirah, namun Barirah begitu tak sukanya pada Mughits. Mughits mungkin tipikal pria melankolis pecinta setia yang amat begitu mencintanya hingga tak sanggup kehilangan.
Namun ia hanya seorang budak. Sementara Barirah adalah perempuan realistis yang ketika baru saja merdeka dari status budak, ingin kehidupan yang lebih baik dengan pasangan yang terbaik.
Bahkan harta yang mengunungpun tak sanggup lagi mengembalikan Barirah ke sisi Mughits. Baginya Mughits adalah si buruk rupa menyebalkan yang tak pantas lagi bersanding dengannya. Mughits yang malang itu hanya mampu menerima keputusan Barirah dengan jiwa terguncang dan menelan pil pahit kehidupan yang mau tak mau harus ia telan mentah-mentah. Mughits adalah budak yang memperbudak perasaanya hanya pada seorang wanita.
Sesetia dan sebesar apapun perasaaan Mughits padanya, ternyata saat Barirah telah menentukan arah, maka cinta itu tak ada lagi artinya. Pupus harapan adalah kenyataan dan perpisahan adalah jalan yang harus ditempuh. Tak ada lagi guna tangisan dan air mata. Karena semuanya sudah usai. Jalan masing-masing telah terhampar di hadapan dan itulah akhir dari semuanya.
Tak salah ketika fragmen kalimat ini muncul "mencintalah sewajarnya dan membencilah sewajarnya". Boleh jadi sesuatu yang dicinta suatu saat akan dibenci dan boleh jadi sesuatu yang dibenci suatu saat akan dicinta. Dan sebaik-baik perasaan adalah perasaan yang senantiasa ditautkan hanya kepada Allah SWT.
Jiwa dan hati boleh naik turun berubah, cinta pada manusia boleh berubah, namun tidak bolehlah berubah naik turun cinta kepada Allah SWT. Jangan takut ketika kau labuhkan cintamu pada Allah SWT, karena Dia lah yang kelak akan mengarahkan jalan cinta itu menuju arah yang benar. Namun jika cinta itu kau labuhkan hanya berdasarkan rasa sesaat, kepentingan sesaat, maka jangan salahkan jika suatu saat justru ia akan menjadi sesat.
Mughits dan Barirah adalah sepenggal pelik kisah masa lalu, yang saat ini mungkin akan terulang lagi kisahnya. Adakah Mughits itu di masa kini? Semoga bukan kitalah yang menjadi Mughits itu. Dan Barirah? Biarlah ia pergi dan yakinkan bahwa bunga itu akan mekar setelah bunga yang lain layu. Barirah lain akan datang silih berganti dan cinta itu akan mekar dan bersemi di saat waktu yang tepat. Maka bersabarlah di jalan cinta Allah SWT. Karena ia akan bertaman indah di dunia dan bermesra cita di syurga. Insyaa Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H