Lihat ke Halaman Asli

Covid-19 dan Pemenuhan Target Energi Baru Terbarukan Indonesia

Diperbarui: 8 Juni 2020   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Strategi EBT Dalam Bauran Energi Nasional 2025. Sumber: Kementrian ESDM

Pandemi Covid-19 yang merupakan krisis kesehatan global dengan kasus terkonfirmasi lebih dari 3 juta orang dengan kematian lebih dari 200.000 ini berdampak pada banyak hal. 

Di balik dampak negatif yang ditimbulkannya, masih ada dampak positif dari pandemi ini, di antaranya ialah penurunan emisi gas rumah kaca sebagai implikasi dari penurunan rata-rata permintaan energi hingga sebesar 18-25 % di negara-negara yang menerapkan lockdown, tergantung pada durasi dan seberapa ketat kebijakan lockdown di suatu negara.  

Sementara itu penggunaan batu bara dunia menurun drastis sebesar 8 % dibandingkan caturwulan pertama 2019. Di antara penyebabnya adalah kondisi Tiongkok sebagai negara paling terdampak Covid-19 merupakan negara yang sangat mengandalkan batu bara untuk menopang industri-industrinya. 

Selain itu penggunaan minyak bumi berkurang sebesar 5 % disebabkan menurunnya aktivitas transportasi dan penerbangan sebagai sektor yang menggunakan hampir 60 % minyak bumi global. Pada caturwulan pertama 2020 ini juga terjadi penurunan penggunaan gas bumi sekitar 2 %.

Di sisi lain energi baru terbarukan (EBT) adalah sumber daya yang permintaannya justru meningkat seiring semakin canggihnya teknologi EBT dan besarnya kapasitas yang telah terpasang serta lebih sedikitnya biaya operasional dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. 

Permintaan penyediaan listrik menurun lebih dari 20% di beberapa negara yang menerapkan lockdown. Penyebab utamanya adalah menurunnya aktivitas industri, sedangkan penggunaan listrik domestik tidak terlalu terlihat. Hal ini menyebabkan naiknya persentase bauran EBT karena produksi energinya tidak seperti batu bara atau minyak bumi yang sangat bergantung pada permintaan.

Target Indonesia

Dalam PP 79/2004 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang didukung oleh Perpres 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) telah ditetapkan beberapa poin bahwa Indonesia akan menjalankan kebijakan berikut:

  • Memaksimalkan penggunaan energi bersih/terbarukan
  • Meminimalkan penggunaan minyak bumi
  • Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru
  • Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi nasional
  • Memanfaatkan nuklir sebagai pilihan terakhir

Indonesia menargetkan pemanfaataan EBT sebesar 23 % sebagai bauran energi primer pada tahun 2025. Sedangkan bauran energi primer pada tahun 2018 baru sebesar 8,55 %. Ini artinya Indonesia harus melakukan banyak sekali langkah yang jelas dan teliti untuk mempercepat tercapainya target ini.

Sebagai negara yang dilalui ring of fire yang memiliki banyak gunung vulkanik, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi panas bumi sebesar 27.000 MW, namun dengan segala pertimbangan  pemerintah menargetkan pembangunan pembangkit listrik geothermal hanya sebesar 7.200 MW yang bisa dimanfaatkan untuk menutupi base load atau beban dasar yang bisa dikombinasikan dengan PLTU. 

Selain itu Indonesia sebagai negara yang terletak di khatulistiwa juga memiliki potensi tenaga surya yang sangat besar. Ditargetkan Indonesia bisa memanfaatkan potensi tenaga surya ini sebesar 6.500 MW, namun dari data Draft Handbook Energy Economy Statistic Indonesia kapasitas yang terpasang masih berada di kisaran 135 MWp.

Selain target ini, pada Persetujuan Paris atas konvensi kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim pada tahun 2015 Indonesia telah menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 %. Hal ini juga menjadi latar belakang Indonesia harus lebih memperhatikan pembangunan pengolahan EBT yang lebih ramah lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline