Terimakasih Pak Ju
Muhammad Arif
Dept. HI FISIP UI, 2011
Review buku Juwono Sudarsono: Token of Appreciation, Penyusun Tim Jurnal Global, (Depok: Redaksi Jurnal Global, 2010), 188 hlm.
Pertama sekali ijinkanlah saya di tulisan ini untuk ikut memanggil Prof. Juwono Sudarsono yang terhormat dengan sebutan Pak Ju. Bagi mereka yang berkesempatan mengenal Pak Ju, terutama mereka yang berkesempatan diajar oleh beliau, pasti memahami bagaimana seorang Pak Ju yang rendah hati dan "kebapakan" mampu menciptakan hubungan yang lebih dari sekedar guru-murid. Terlepas dari itu, sebagai seorang akademisi Hubungan Internasional, tidak berlebihan jika menyebut Pak Ju sebagai salah satu proliferator pertama Hubungan Internasional di negeri ini. Dengan demikian, Pak Ju adalah Bapak Hubungan Internasional Indonesia.
Buku Juwono Sudarsono: Token of Appreciation ini berisi kumpulan tulisan oleh berbagai pihak tentang kesan dan apresiasi mereka terhadap seorang Pak Ju. Tulisan-tulisan tersebut dibagi kedalam tiga bagian yang masing-masingnya memotret Pak Ju dari sudut yang berbeda. Pak Ju dipotret sebagai seorang sahabat, seorang akademisi Hubungan Internasional dan sebagai seorang pembuat kebijakan. Mereka yang menulis dengan melihat Pak Ju sebagai seorang sahabat adalah Prof. Gondomono, Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Darma Persada sekaligus Guru Besar Luar Biasa Pasca Sarjana Universitas Indonesia dan Syahrir (alm.), mantan Penasehat Presiden. Selanjutnya sejumlah tokoh yang selama ini berhubungan dengan Pak Ju sebagai rekan kerja sesama akademisi maupun sebagai murid menulis pada bagian kedua dari buku ini. Tokoh-tokoh tersebut adalah Andi Widjajanto, Arif Mujahidin, Bantarto Bandoro, Edy Prasetyono, Miriam Budiardjo (alm.), Ninok Leksono, Riza Sihbudi dan Suzie Sudarman. Terakhir pada bagian ketiga, Pak Ju dipotret sebagai seorang pembuat kebijakan melalui tulisan-tulisan oleh M. Amien Rais, Amris Hassan, Anne Drinkwater, Abdurrahman Wahid (alm.), Jusuf Wanandi, Kusnanto Anggoro, Sir Richard Gozney, Salim Said dan Dodon Hadi Permono. Ikut disertakan pada bagian akhir buku ini sejumlah tulisan Pak Ju yang sempat dimuat di berbagai media massa.
Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah apa yang begitu spesial tentang Pak Ju sehinnga dirasa perlu dan pantas untuk diapresiasi melalui sebuah buku -suatu hal yang tidak lazim dilakukan untuk tokoh-tokoh lain di Indonesia. Pertanyaan ini akan terjawab jika kita berusaha mengenal sosok Pak Ju dengan melihat perjalanan karirnya sebagai akademisi dan pembuat kebijakan.
Pak Ju adalah sosok yang integritasnya tidak diragukan. Memulai karir sebagai Asisten Ahli di FISIP UI tahun 1968, Pak Ju kemudian menjadi pendiri sekaligus Ketua Jurusan Hubungan Internasional FISIP UI yang pertama tahun 1985-1988. Karir Pak Ju di kampus mencapai puncaknya ketika beliau menjadi Dekan FISIP UI periode 1988-1994. Setelah itu Pak Ju mulai aktif menjabat di pemerintahan. Dimulai dengan menjabat sebagai Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tahun 1995-1998, Pak Ju kemudian ditunjuk menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan tahun 1998. Perubahan politik yang terjadi di Indonesia tahun 1998 tidak membuat Pak Ju kehilangan kepercayaan untuk menduduki jabatan publik. Presiden BJ Habibie ketika itu menunjuk Pak Ju sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1998-1999). Tidak berhenti disitu, presiden selanjutnya Abdurrahman Wahid pun mempercayai Pak Ju untuk menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Sayangnya setelah menjabat sebagai Menteri Pertahanan selama satu tahun Pak Ju terserang penyakit stroke. Beliau kemudian dipercaya menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris sembari memulihkan kondisi kesehatannya. Tahun 2004 beliau dipanggil pulang untuk kembali dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Bersatu. Pak Ju dengan demikian adalah sosok yang dipercaya oleh lima presiden berbeda. Hal ini membuktikan kapasitas dan integritas beliau sebagai seorang cendekiawan sekaligus pejabat publik.
Sumbangsih yang diberikan Pak Ju sebagai seorang akademisi Hubungan Internasional sudah tidak dapat disangkal lagi besarnya. Pak Ju adalah pionir pengembangan Hubungan Internasional. Terlihat disini karakter visioner seorang Pak Ju yang menginisiasi pendirian Jurusan Hubungan Internasional di FISIP UI. Ketika itu beliau agaknya sudah merasakan dan memprediksi kebutuhan negara ini akan akademisi maupun praktisi yang memiliki pemahaman Hubungan Internasional. Tidak akan pernah ada Departemen HI FISIP UI tanpa Pak Ju. Kita semua tidak akan pernah ada disini tanpa Pak Ju.
Tidak hanya di kelas, Pak Ju sampai sekarang tetap mengajari kita melalui buku-buku yang dititipkannya entah itu melalui staf pengajar atau Ruang Baca Departemen HI FISIP UI. Buku, sebagaimana diungkapkan oleh Bantarto Bandoro, adalah satu hal yang tidak dipisahkan dari Pak Ju. Pak Ju dengan itu sedang menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang akademisi yaitu untuk menyampaikan pesan-pesan dari buku-buku yang dibacanya kepada publik.
Tapi lebih dari itu semua, peran terbesar Pak Ju bagi kita bagian dari generasi termuda pengkaji Hubungan Internasional adalah sebagai inspirasi. Pak Ju menunjukkan pada kita semua arti penting ilmu pengetahuan. Pak Ju menunjukkan pada kita arti penting sebuah integritas dan bagaimana mempertahankannya. Pak Ju menunjukkan pada kita semua arti penting kerendahan hati.