Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Arel Ocean Wiranto

Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang

Refleksi Historis: Potensi Kembalinya Dwifungsi ABRI

Diperbarui: 13 Maret 2024   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Pendahuluan

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan politik Indonesia, sebuah bayang-bayang masa lalu kembali merayap masuk ke dalam narasi kekinian. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang baru-baru ini muncul, mengusulkan keterlibatan langsung anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam struktur Aparatur Sipil Negara (ASN), telah memicu debat sengit dan refleksi mendalam. RPP ini bukan sekadar dokumen kebijakan; ia adalah cermin yang memantulkan siluet-siluet masa lalu yang kontroversial---dwifungsi ABRI---yang pernah menggema di koridor-koridor kekuasaan.

Dwifungsi ABRI, konsep yang lahir dari kebutuhan stabilitas namun berujung pada dominasi militer dalam kehidupan sipil, telah lama ditinggalkan sebagai bagian dari reformasi yang berusaha memisahkan kekuatan militer dari pemerintahan sipil. Namun, dengan usulan RPP ini, kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan kritis: Apakah kita akan mengulangi narasi lama yang sama? Apakah kita akan membiarkan sejarah berputar kembali ke titik di mana ia dimulai?

Artikel ini akan menyelami lebih dalam tentang bagaimana RPP ini dapat menjadi langkah mundur bagi Indonesia---menggali akar-akar historis, menimbang dampaknya terhadap reformasi yang telah berjalan, dan mempertanyakan kesiapannya dalam menghadapi tantangan demokrasi modern. Dari perspektif legalhistorical, kita akan mengeksplorasi kaitan antara RPP ini dengan dwifungsi ABRI, serta implikasinya terhadap upaya-upaya reformasi yang sedang berlangsung.

Paradigma Legalhistorical - Menyelami Lautan Sejarah Hukum

Mengarungi samudra sejarah hukum Indonesia, kita menemukan bahwa arusnya tidak selalu mengalir ke arah yang kita harapkan. Paradigma legalhistorical, layaknya kapal yang tangguh, membawa kita melintasi gelombang waktu untuk memahami bagaimana hukum dan kebijakan berubah dan beradaptasi dengan kondisi sosial-politik yang berlaku. Dengan menggunakan pendekatan ini, kita dapat menelisik lebih dalam tentang Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang kontroversial ini, yang mengizinkan anggota TNI dan Polri mengisi jabatan ASN, dan mengungkap benang merah yang menghubungkannya dengan masa lalu.

Dalam analisis kita, kita menemukan bahwa RPP ini bukan hanya sebuah dokumen kebijakan; ia adalah sebuah prasasti yang mungkin mengukir kembali narasi dwifungsi ABRI---sebuah doktrin yang pernah menggema di koridor kekuasaan, memberikan militer wewenang yang signifikan dalam pemerintahan sipil. Dwifungsi ini, yang pada zamannya dianggap sebagai pilar stabilitas, ternyata membawa dampak yang jauh dari stabil: penyalahgunaan kekuasaan dan pengabaian hak-hak sipil menjadi catatan kelam yang tak terhapuskan.

Kini, dengan RPP yang berusaha menghidupkan kembali praktik tersebut, kita harus bertanya: Apakah kita akan membiarkan sejarah berulang? Apakah kita akan membiarkan garis antara militer dan pemerintahan sipil menjadi kabur lagi, mengancam fondasi demokrasi yang telah kita bangun dengan susah payah?

Melalui kacamata legalhistorical, kita melihat bahwa RPP ini berpotensi menjadi langkah mundur yang menghambat proses reformasi yang telah berjalan. Kita diajak untuk mempertimbangkan kembali, dengan hati-hati dan kritis, apakah kita ingin mengikuti jejak masa lalu atau menapaki jalan baru menuju masa depan yang lebih demokratis dan transparan.

Dwifungsi ABRI: Sejarah dan Dampaknya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline