Konflik Palestina-Israel merupakan sebuah bencana yang tak kunjung mereda. Ia berangkat dari sejarah panjang imperialisme dan kolonialisme yang keji merampas dan menindas kemerdekaan manusia-bangsa. Lebih jauh, konflik tersebut tidak hanya bermuara perihal tanah dan kedaulatan yang diperjuangkan kedua negara. Palestina yang diperebutkan adalah tempat suci. Bagi umat Muslim, ia adalah saksi perjalanan panjang Muhammad yang bertemu Tuhannya. Bagi umat Nasrani, Yerusalem adalah tempat Yesus dilahirkan dan dijanjikan akan kembali turun ke Bumi sebagai juru selamat. Dan bagi umat Yahudi, Palestina adalah tanah leluhur dan tanah yang dijanjikan Tuhan bagi mereka.
Jikalau Palestina adalah Tanah yang suci, lantas mengapa ia hidup dalam sejarah peperangan dan pertikaian? Ia berisik dengan bunyi desing peluru, basah dengan hujan air mata dan banjir darah?
Mengapa manusia tidak membiarkannya teduh dan damai dalam kesuciannya? Satu-satunya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah kehadiran Zionis yang tamak dan membabi buta memperebutkan wilayah itu.
Lalu bagaimanakah proses terbentuknya Gerakan Zionis Internasional yang menjadi akar konflik kedua bangsa tersebut? Tulisan ini akan mencoba mengulas secara ringkas bagaimana terbentuknya zionis, motif gerakan serta latar belakang yang mempengaruhinya. Penelusuran tersebut juga melibatkan pandangan Bruno Latour mengenai Actor-Network Theory sebagai pisau analisisnya.
Terakhir, tulisan ini mencoba menyatakan keberpihakan penulis yang kontra terhadap gerakan Zionis untuk membuktikan bahwa manusia secara kolektif dapat menginterpretasikan teologi secara keji, brutal dan primitif demi suksesi tujuannya.
Gambaran Singkat Zionis
Zionisme merupakan sebuah gerakan penganut Yahudi dunia yang menuntut berdirinya sebuah negara Yahudi yang berdaulat di Palestina. Gerakan ini ditandai dengan didirikannya organisasi World Zionist Organization pada tahun 1897 dengan agenda utamanya mendirikan sebuah wilayah negara yang bebas dan berdaulat bagi umat Yahudi.
Gerakan ini pun kemudian disokong dan didukung oleh penganut Yahudi dunia yang menginginkan pembebasan dan wilayah khusus. Sebuah wilayah yang diklaim sebagai tanah yang dijanjikan Tuhan bagi mereka.
Gerakan Zionisme semakin menguat dan mencapai puncaknya setelah kekalahan Turki Usmani terhadap Inggris pada 1917 silam. Dengan kekalahan Turki Usmani, tanah Palestina yang berada dalam kekuasaan Turki Usmani kala itu terpaksa diberikan kepada pemerintah kolonial Inggris. Sebuah kesempatan bagus yang disambut oleh kelompok Zionis atas kekalahan tersebut.
Dengan segala upaya dan akses yang mereka miliki saat itu, gerakan ini mencoba melobi pemerintah Inggris agar dapat memberikan kewenangan mendirikan sebuah negara disana. Alhasil, upaya tersebut rupanya disambut baik oleh pemerintah Inggris ditambah dengan keputusan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) yang memberikan hak dan kewenangan penuh Inggris atas tanah Palestina.