Lihat ke Halaman Asli

Sepasang Cinderamata : Barisan Do’a

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selamatkan kayuhku yang kau lempar di hari ke 20 bulan memerah paruh terang/ nelangsa tinggalkan cerita candu para pelaut mimpi; gundukkan hati diubah makian anak manusia/ lalu siapa berani bertanya takdir itu perjalanan gegabah?/ sambil mengoreskan pena kau meminjam ingatanku untuk digores luka borok yang bernada peristiwa pucat pasi/ setenang riak air yang ada di mulutmu berkicau miring tentang jaman yang enggan lagi ditunggu atau dilabuh perahunya/ garis-garis tangan telah bersambung bak episode jamuan esok lusa/ pagi ialah gelombang asmara yang hening tampak merinding/ kusebut kau estafetkan doa namun tak jua beribu jendela terbuka/ gelap dan lembab di medan asa bercampur sisa puasa yang sempat diurung kalender desember/ mahoni-mahoni itu gugur dalam tanah tanpa nama/ sebab tanah tak kasat luas mata mencari/ tak ada akar ataupun daun-daun sebagai kecambah/ makian angin mencoba mencari alasan antarkan tuan punya harta melipatkan nyawa// Jambi. 31.03.2014
Serdadukata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline