Lihat ke Halaman Asli

Sirekap dan Tantangan Penerimaan Publik dalam Transformasi Digital Pemilu

Diperbarui: 4 September 2024   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi penerimaan publik dalam transformasi digital pemilu. Sumber (Freepik.com)

Sirekap dan Tantangan Penerimaan Publik dalam Transformasi Digital Pemilu

Transformasi digital di Indonesia terus mengalami perkembangan pesat, termasuk dalam sektor pemilu. Salah satu inovasi yang menarik perhatian adalah Sirekap, sebuah sistem informasi rekapitulasi pemilu yang diperkenalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia. Sirekap dirancang untuk menggantikan metode manual yang rentan terhadap kesalahan dan manipulasi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan keakuratan hasil pemilu. Dalam konteks ini, analisis sentimen publik terhadap Sirekap menjadi penting untuk memahami bagaimana teknologi ini diterima oleh masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Handoko et al. (2024) dalam jurnal INTENSIF mengungkapkan bahwa pemanfaatan model deep learning, terutama Convolutional Neural Network (CNN), mampu mengklasifikasikan sentimen publik terhadap Sirekap dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi. Penelitian tersebut menggunakan data dari platform media sosial Twitter, yang dikumpulkan antara Desember 2023 dan Januari 2024, dengan total 2.518 tweet yang dianalisis. Melalui pendekatan ini, peneliti berhasil mencapai akurasi sebesar 85,90% dengan model CNN, lebih tinggi dibandingkan dengan model CNN-LSTM yang hanya mencapai 79,91%.

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan teknologi seperti Sirekap dan analisis sentimen berbasis AI tidak hanya relevan bagi penguatan proses demokrasi, tetapi juga sebagai cerminan bagaimana masyarakat memandang implementasi teknologi dalam aspek kehidupan sehari-hari. Penerimaan atau penolakan terhadap Sirekap dapat memberikan gambaran lebih luas tentang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan dan sistem pemilu yang dijalankan. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini tidak hanya menawarkan wawasan teknis, tetapi juga membuka diskusi tentang bagaimana teknologi dapat mempengaruhi persepsi publik dan legitimasi sebuah proses demokrasi.

****

Analisis sentimen publik terhadap teknologi pemilu seperti Sirekap menjadi krusial dalam mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem ini. Penelitian yang dilakukan oleh Handoko et al. (2024) memberikan wawasan penting terkait efektivitas model CNN dalam mengklasifikasikan sentimen dari data Twitter. Hasilnya menunjukkan bahwa CNN mampu memberikan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan model CNN-LSTM, yakni mencapai 85,90% versus 79,91%. Keunggulan ini bukan hanya terletak pada kemampuan CNN dalam menangkap fitur penting dari teks, tetapi juga pada penerapan langkah-langkah pra-pemrosesan yang menyeluruh, seperti cleansing, tokenisasi, dan stemming, yang meningkatkan kualitas data yang dianalisis.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari 2.518 tweet yang memuat opini masyarakat tentang Sirekap, yang mencerminkan sentimen publik pada periode Desember 2023 hingga Januari 2024. Dari jumlah tersebut, 2.077 tweet berhasil diproses dan dilabeli secara manual menjadi sentimen positif dan negatif, dengan perbandingan 907 tweet positif dan 1.170 tweet negatif. Hasil analisis ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan sentimen, di mana lebih banyak masyarakat yang memberikan opini negatif terhadap Sirekap.

Penerapan teknik SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling Technique) dalam penelitian ini juga menjadi poin penting yang perlu dicatat. Dengan adanya ketidakseimbangan dalam dataset, SMOTE digunakan untuk menambah sampel dalam kelas minoritas, sehingga model dapat dilatih secara lebih efektif dan adil. Tanpa SMOTE, model cenderung bias terhadap kelas mayoritas, yang dalam kasus ini adalah sentimen negatif. Penggunaan SMOTE terbukti meningkatkan kemampuan model dalam mengklasifikasikan sentimen dari kelas minoritas, yang tercermin dari hasil akurasi yang lebih seimbang.

Melalui hasil penelitian ini, kita dapat melihat bahwa penerimaan teknologi seperti Sirekap masih menghadapi tantangan, terutama terkait persepsi negatif dari sebagian masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya sosialisasi atau transparansi mengenai cara kerja sistem, serta kekhawatiran tentang keamanan dan integritas data pemilu. Di sisi lain, penelitian ini juga menunjukkan potensi besar dari model CNN dalam memahami dan mengklasifikasikan sentimen publik, yang dapat digunakan oleh KPU untuk mengidentifikasi masalah dan meningkatkan layanan mereka. Angka-angka yang dihasilkan oleh model CNN tidak hanya menunjukkan kemampuan teknis yang unggul, tetapi juga memberikan pandangan lebih dalam tentang bagaimana teknologi diterima oleh publik dalam konteks politik.

****

Dari hasil penelitian yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa teknologi seperti Sirekap memiliki potensi besar untuk meningkatkan transparansi dan akurasi dalam proses pemilu di Indonesia. Namun, penerimaan publik terhadap teknologi ini masih menghadapi tantangan, sebagaimana tercermin dalam analisis sentimen yang menunjukkan dominasi sentimen negatif. Dengan akurasi 85,90% yang dicapai oleh model CNN, penelitian ini menegaskan bahwa teknologi deep learning dapat menjadi alat yang efektif untuk memahami persepsi publik dan membantu lembaga seperti KPU dalam mengambil keputusan yang lebih tepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline