Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Amin Saputra

Aktivis Dakwah

Kata Semantik

Diperbarui: 3 Oktober 2023   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah pasangan muda yang sedang jatuh cinta, karena soal yang sepele, bertengkar dan tidak mau bicara satu sama lain. Setiap kali dilakukan usaha untuk berdamai maka usaha ini kandas disebabkan komunikasi yang selalu menjurus kepada emosi. Diam-diam wanita itu datang kepada temannya. Orang itu, yang kebetulan adalah sahabatnya membuka pembicaraan indeks diktat yang dikarangnya dan berfatwa, "Bukalah Hatimu Dan Bicaralah dengan Hati !!!"

Sebut saja namanya Mustafa, ketika malam pun tiba dan sang rembulan menampakkan rona, pria itu mulai membuka ofensif bulan purnama. Dengan mata yang menatap tajam-tajam memulai mengirim pesan kepada wanita itu. Kata itu mengatakan segalanya, dia menunjukkan telunjuknya yang membentuk kata-kata indah. Wanita itu diam sejenak, terperangah dan terpana, perlahan-lahan menjawab dengan jari-jemarinya menunjukkan sebuah isyarat. Terbungkam seribu bahasa. Mukanya mulai tampak memerah, matanya makin bertambah nyalang, kelihatan dia ragu-ragu.

Keesokan harinya sang wanita datang pada sang pria yang bijak itu hendak mengirim pesan untuk mengucapkan terima kasih. Biasanya, begitu laki-laki itu mulai bicara, sekiranya kata-kata pertama selalu diartikan salah oleh wanita itu. Kemarin dia tidak berkata apa-apa, sekadar menatap pesan saya tajam-tajam. "Ujar dalam hati" kemudian pria itu mengirim pesan, "Di- kaulah satu-satunya yang kucintai. Aku minta maaf dan mohon jangan larang aku untuk mencintaimu "Hati sang wanita tersentuh dan terenyuh, naluri kewanitaannya luluh, jawabnya, "Kau pun satu-satunya yang kuharapkan, kita berdua adalah sepasang insan yang tidak ada artinya saat ini." Eh, mendengar jawaban itu, sang pria menjadi binal, muka merah membacanya dan penuh kebahagiaan.

Sore harinya sang pria mengirim pesan sembari membusungkan dada dan senyum yang berseri-seri "kamu memang wanita keras kepala, sulit dimengerti dan dari sejak itulah saya mulai mempelajari filsafat tentangmu" sang wanita itu menyerah dan menyusup didalam kasih sayang kata-katanya.

Kata adalah senjata. Kata mengkomunikasikan buah pikiran, perasaan dan sikap. Karena itu, kata memiliki fungsi simbolik emotif dan afektif. Tentang kata adalah senjata, nyanyian Ritta Sugiarto diiringi Orkes Melayu Soneta dengan dangdutnya yang merangsang proses debar jantung, hentak kaki melodinya yang menyentuh emosi dan syairnya tentang filsafat kata bertutur  "Digeleng-gelengkan kepala itu pertanda tak mau atau tak suka. Diangguk-anggukan kepala itu pertanda ia mau dan juga setuju. Itu semua isyarat dalam bahasa. Tanpa bicara orang mengerti maksudnya. Orang bisa bicara
walau tidak memakai bahasa untuk menyatakan cinta cukuplah dengan pandangan mata.."

Demikianlah manusia. Ia memberi arti dalam hidup ini dengan ungakapan kata dan bahasa-bahasa yang indah. Kita membaca puisi dan karya-karya sastra yang mengungkapkan nilai-nilai estetik dalam hidup kita. Atau kita memadukannya dengan seni. di mana kita membaca, mendengar, menyanyi, menangisi, dan merayakan hidup kita lewat kata-kata tersebut. Tanpa estetika dari sebuah kata-kata yang indah semua kehidupan akan terasa menjadi hampa. Bulan hanyalah tumpukan gersang yang didarati astronot, manusia hanyalah tumpukan daging dan tulang dan kemanusiaan tidak lagi mempunyai perasaan. "Pengetahuan dan perasaan adalah sama pentingnya dalam kehidupan individual dan masyarakat. "ujar Bertrand Russell "....dunia tanpa kesukaan dan kemesraan adalah dunia tanpa nilai."'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline