If the whole world was a country, Istanbul would be its capital
(Napoleon Bonaparte)
Turkiye memiliki dinamika historis yang panjang dalam sejarah peradaban Islam. Banyak orang berbondong-bondong datang ke Turkiye hanya untuk belajar dan mengunjungi setiap kota yang menyimpan sejarah-sejarahnya. Hal ini menjadikan sebagian tempat di Turkiye seperti di Istanbul yakni Blue Mosque, Hagia Sophia, Topkapi ditetapkan sebagai World Heritage oleh UNESCO. Lokasinya yang berada diantara dua benua Eropa dan Asia menjadikan Turkiye sebagai negara yang sangat strategis, ditambah dengan eksistensi keindahan kota Istanbul yang selalu ramai pengunjung dari berbagai negara menjadikan ciri khas Turkiye sebagai denyut nadi peradaban Islam didalam bangunan bersejarah yang tidak pernah berhenti untuk dibahas. Mewakili ungkapan Napoleon Bonaparte diatas bahwa "Jika dunia ini adalah sebuah negara maka tempat yang paling layak sebagai ibukotanya adalah Konstantinopel"
Awal Kedatangan di Istanbul
Kamis, 14 Oktober 2022 menjadi awal kedatanganku di Turkiye. Setelah 24 jam menunggu di Bandara Doha Qatar, tibalah aku di sebuah negara bekas kekaisaran Usmani ini. Aku tiba di Istanbul pada pukul 18:15 malam wakut Turkiye di Bandara Bandar Udara Internasional Sabiha Gken Istanbul. Sebagai pendatang, udara di kota Istanbul sangatlah dingin. Bukan main dinginnya. wajar saja, aku datang disaat transisi cuaca ke musim dingin. Dengan kedinginan yang menggerogoti hampir kelapisan kulit menunutut aku harus memakai baju kaos dua lapis dan jaket karena aku belum terbiasa dengan hal itu. Untung saja, Kak Puji memberitahuku untuk membawakan jeket tebal dari Indonesia. Walaupun demikian, orang Turkiye menganggap udaranya masih normal.
Oh iya, Aku hampir lupa. Namanya Puji Rahayu Firdaus. Ia merupakan seorang mahasiswa sastra Inggris di salah satu kota di Turkiye yaitu Konya. Aku memanggilnya kak Puji. Ia bekerja untuk membantu salah satu Agen kuliah di Turkiye. Aku mengenalnya di Medsos. Bagiku, ia dan keluarganya sangat berjasa. Dari pembatalan keberangkatanku ke Turkiye, hangusnya tiket pesawatku, akomodasi tempat tinggal saat pengurusan visa, informasi soal berkas atau dokumen yang harus dibawakan dari Indonesia sampai kedatanganku di Turkiye dibantu oleh kak Puji dan tidak sedikit juga dibantu oleh keluarganya. Ada lagi seseorang yang hampir aku lupa sebutkan namanya. Ia adalah Shanazar, begitu sapaan kak Puji kepadanya. Tapi aku memanggilnya "Hocam". Di Turkiye, panggilan Hocam adalah panggilan yang sopan dan sangat dimuliakan. Panggilan Hocam juga disandingkan kepada seorang guru. Shanazar setauku ia adalah pendiri agen tempat kak Puji bekerja, sekaligus guru pertamaku saat belajar bahasa Turki. Sayangnya Shanazar tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Ia sehingga dalam pengajarannya menggunakan bahasa Inggris. Diawal pembelajaran aku merasa seperti anak bayi yang lahir kedunia yang sementara belajar berbicara. Otakku seperti bom yang mau meledak karena aku dituntut untuk memahami bahasa Inggris dalam pembelajaran bahasa Turkiye.
Malam ini adalah malam jum'at. Aku lalui malam di kota Istanbul dengan menginap disalah satu hotel kecil, persis dekat dengan Hagia Sophia. Malamku ditemani teman-teman yang datang bersama-sama dari Indonesia. Sebut saja namanaya kak Ari berasal dari Papua, Rafi dari Cibubur, dan Ajay dari Bandung. Malamku ditemani segelas kopi hangat, jagung titi yang aku bawa dari Indonesia dan beberapa makanan Indonesia lainnya. Menu-menu itu sakaligus menemani diskusi kita hingga menjelang pagi. Tak lupa malam ini aku mengigat-ingat bacaan bukuku berjudul Muhammad Al-Fatih 1453 tulisannya Ustadz Felix Y. Siauw sembari aku mengingat konsep materi ceramahku yang akan direkam keesokan harinya tepat dengan bankround Hagia Sophia.
Sejak kecil aku sangat tertarik dengan dengan dunia Public speaking. Hal-hal yang berkaitan dengan berbicara didepan kamera dan didepan banyak orang adalah hal yang aku sukai. Seiring dengan keberadaanku sekarang di kota Istanbul aku tidak mau menyia-nyiakan momen ini. Sering diceritakan dalam sejarah, kota Istanbul adalah kota yang sangat bersejarah. Dahulu kota ini disebut Konstantinopel. Kemudian di masa kepemimpinan Sultan Muhammad II (1453), Turki Usmani merebut Konstantinopel, ibu kota Byzantium. Konstatinopel dijadikan ibu kota oleh Turki Usmani kemudian namanya diganti jadi Istanbul. Kata Istanbul ini diadaptasi dari frasa Yunani, Instanpolin atau "eis tan polin yang juga berarti "to the city". Seiring dengan berjalannya waktu, bahasa menjadi sedikit berubah sehingga secara bertahap orang-orang di tempat lain mulai menggunakan kata "Istanbul". Selama 15 abad terakhir, Istanbul menjadi saksi bisu sejarah berlangsungnya transisi rezim yang menguasai Konstantinopel. Nama Konstantinopel berkaitan dengan nama seorang Kaisar Romawi Konstantinus. Masa pemerintahan Konstantinus menandai suatu zaman yang berbeda dalam sejarah. Ia membangun kediaman kekaisaran baru di Bizantium dan mengganti nama kota itu menjadi Konstantinopel (Kota Konstantinus) sesusai dengan namanya sendiri. Kota ini menjadi ibu kota kekaisaran barunya di kota pesisir Eropa selat Bosporus dengan kepemilikan wilayah kekuasaan yang luas di sekitar Laut Tengah di Eropa, Afrika, dan Asia.
Konstantinus secara esensial membangun kembali kota tersebut pada skala monumental. Polemik tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang Hagia Sophia. Secara garis besar, sejarah panjang Hagia Sophia dapat dilihat menjadi beberapa fase. Pada setiap fase, alih fungsi Hagia Sophia dapat menjadi berubah tergantung pada siapa rezim yang berkuasa di Turkiye. Pada fase pertama Hagia Sophia adalah bangunan Geraja yang dibangunkan oleh kekaisaran Byzantium dibawah kuasa seorang kaisar namanya Konstantinus. Selama berabad-abad lamanya dibawah kuasa Konstantinus yang menguasai pusat-pusat pemerintahan, perkotaan, perdagangan, perekonomian, hingga pusat peribadatan, maka pada fase yang kedua
Mengutip hadis Nabi Muhammad SAW:
"Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu".