Saya menceritakan ini karna ini menarik dan unik tentang sebuah tempat di desa tanggulangin (Koaren) Kecamatan Tegalampel tempat saya tinggal. Disana mayoritas masyarakatnya memiliki kebiasaan menabung. Mereka menabung bukan di bank tapi tetangga merekalah yang membuat bank-bankngan tersebut. Mereka menabung setiapa memiliki uang lebih dari nominal Rp 10.000 sampai Rp 20.000 tabungan akan mereka ambil pada pertengahan bulan puasa menjelang hari raya. Bila tabungan sudah dibagikan mereka memutuskan untuk pergi ke pasar bersama-sama bahkan satu keluarga ikut semua, mereka memakai mobil besar untuk ke pasar (pick up).
Mereka belanja untuk keperluan hari raya misalnya kue, baju, sandal atau sepatu bahkan kadang ada yang membeli cat untuk mengecat rumahnya. Di desaku saat hari raya rumah-rumah seakan baru semua. Sampai-sampai ada yang batal puasa karna tak tahan dengan berbagai godaan yang ada di pasar. Karena bagi mereka datang ke pasar adalah sebuah keajaiban dan hanya sekali dalam setahun. Bagi mereka yang tidak bisa ikut biasanya menitipkan barang yang ingin dia beli ke tetangganya.
Tapi bagi mereka yang tidak menabung mereka akan memelihara seekor sapi. Sapi akan dijual saat sapi tersebut sudah bisa menghasilkan jutaan uang. Sama seperti yang menabung mereka akan membeli perabot rumah seperti karpet, kursi, lemari, bahkan gorden. Selain itu sebagian uang diberikan kepada anak cucunya dan sisanya disimpan. Katanya "untuk aku tua nanti biar tidak memberatkan anak" begitu ujar tetangga-tetangga yang ada di desaku.
Tak hanya perabotan rumah yang mereka beli tapi gula, beras, minyak, kopi bubuk juga mereka akan beli. Bahkan ini katanya untuk tradisi ter-ater (mengantarkan makanan atau sembako pada saudara yang dikenal) begitu juga sebaliknya saudara yang diantarkan sembako tersebut juga mengantarkan sembako pada yang lain. Itu berlaku saat hari raya 1 minggu ke depan paling lama, belum juga makanan yang dihidangkan seperti bakso, rawon, ikan dan lain lain.
Sebelum hari raya biasanya orang-orang mengumpulkan uang receh untuk diberikan pada anak-anak saat hari raya. Bahkan ada anak yang berniat untuk dapat uang bukan meminta maaf pada sesama. Biasanya anak-anak kecil akan saling memamerkan pakaian barunya dengan teman sebayanya. Karena pakaian bagus itu hanya mereka kenakan setahun sekali.
Naah, turun gunung yang aku maksud bukan turun gunung dari pendakian, tetapi waktunya mereka belanja. Ceritanya unik bukan? Mereka tak peduli apa yang orang lain katakan. Orang itu ngomong "hallah, orang desa norak banget"yang penting mereka bahagia dengan keadaan mereka. Tapi disisi lain cerita ini memang menarik dan unik.
Tradisi ini mungkin memang dianggap berlebihan atau bermewah-mewahan oleh beberapa orang, namun bagi mereka inilah kebahagiaan mereka karna mereka hanya sekali dalam setahun mebeli pakaian, makanan, dan perabotan rumah baru. Mereka tidak bisa seperti orang kota yang bisa kapanpun pergi ke pasar munkin karna terbatasnya ekonomi mereka dan jauhnya perjalanan.
Mereka menggunakan mobil besar (pick up) untuk ke pasar, di mana sebenarnya mobil itu tidak untuk ditumpangi oleh orang karna berbahaya. Mereka melakukan tradisi ini pada siang hari saat sedang puasa, mereka tahu kalau membatalkan puasa itu adalah dosa namun jika dilakukan malam hari pasar-pasar pasti sudah tutup karna perjalanan dari gunung ke pasar lumayan jauh. Jadi mereka akan benar-benar mempersiapkan waktu itu sebaik mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H