Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ali Junaidi

Seorang Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris

Filsafat Kepemilikan dalam Islam: Apakah Kita Benar-benar Pemilik atau Sekadar Pengelola?

Diperbarui: 7 November 2024   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep kepemilikan dalam Islam memiliki fondasi yang sangat berbeda dibandingkan dengan pandangan materialistis yang sering ditemui dalam pemikiran ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, harta bukanlah sekadar milik individu, melainkan sebuah amanah yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Lantas, apakah kita benar-benar pemilik atau sekadar pengelola harta yang kita miliki?

Harta Sebagai Titipan dari Allah

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang ada di dunia ini pada dasarnya adalah milik Allah. Manusia diberi kepercayaan untuk memanfaatkan harta tersebut, tetapi bukan sebagai pemilik mutlak. Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 284 menyatakan, "Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan di bumi..." Ayat ini menekankan bahwa Allah adalah pemilik hakiki, sementara manusia diberi kuasa untuk mengelola dalam batas-batas yang telah ditentukan.

Seorang Muslim diajarkan untuk selalu ingat bahwa harta dunia hanya sementara dan akan kembali kepada Sang Pencipta. Dari sudut pandang ini, tanggung jawab seorang Muslim bukan hanya terletak pada bagaimana ia mendapatkan harta tersebut, tetapi juga bagaimana ia membelanjakan dan memanfaatkannya sesuai dengan tuntunan agama.

Manusia sebagai Khalifah (Pengelola) di Bumi

Konsep khilafah atau kepengurusan menegaskan posisi manusia sebagai pengelola. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 30: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi..." Khalifah di sini diartikan sebagai pengelola atau wakil yang diberi tanggung jawab untuk menjaga, mengelola, dan menggunakan sumber daya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.

Sebagai pengelola, manusia diamanahi untuk menghindari sikap rakus dan boros yang bisa merusak lingkungan dan keseimbangan sosial. Prinsip ini berimplikasi pada konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam, di mana individu tidak hanya memiliki hak terhadap harta, tetapi juga berkewajiban untuk mendistribusikannya secara adil demi kesejahteraan bersama.

Hak Kepemilikan Pribadi yang Terbatas

Islam mengakui hak kepemilikan pribadi, tetapi dengan batasan tertentu. Dalam ekonomi Islam, seseorang boleh memiliki harta sebagai hasil kerja keras atau warisan, tetapi penggunaannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Misalnya, konsep zakat, infak, dan sedekah adalah mekanisme yang diperintahkan untuk menjaga keseimbangan dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Dalam hal ini, harta pribadi memiliki fungsi sosial yang tidak boleh diabaikan.

Hak individu terhadap harta tidak boleh melanggar hak masyarakat secara keseluruhan. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain." Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan dalam Islam bukanlah hak eksklusif, melainkan harus membawa manfaat bagi masyarakat luas.

Konsep Al-Huqquq: Hak Allah dan Hak Manusia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline