Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Al Fikrah Firlian

Mahasiswa Universitas Negeri Padang

Kualitas Suporter Masih Bobrok, Mau Sampai Kapan Gini Terus?

Diperbarui: 31 Desember 2022   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oknum suporter Indonesia yang berdiri di atas speaker stadion GBK. (Sumber: Twitter @zoelfick)

Sampai kapan kelakuan suporter kita terus begini, sudah sepatutnya kita berbenah untuk menatap masa depan sepakbola tanah air yang lebih baik sebagai tanggung jawab kita bersama.

Piala AFF telah berjalan setidaknya selama 11 hari sampai artikel ini ditulis dan masing-masing tim yang berkompetisi telah memainkan tiga pertandingan di babak fase grup turnamen sepakbola Asia Tenggara ini. Indonesia kembali menjadi sorotan selama pagelaran ini dilangsungkan, yaitu terkait oknum suporter tanah air yang tampak tak mampu menunjukkan kualitas mereka. Berikut beberapa hal yang menjadi perhatian penting untuk suporter Indonesia agar dapat menjadi lebih baik lagi.

Senang menghujat walau tak begitu paham tentang sepakbola

Pada laga-laga awal piala AFF ini telah banyak terjadi momen-momen yang menarik hingga terkadang mengecewakan, semisal pemain timnas Garuda yang tak mampu memanfaatkan peluang emas menjadi gol. Sebut saja peluang emas Hansamu di laga perdana melawan Kamboja, hingga yang terbaru peluang emas Witan ketika Garuda Indonesia melawan tim Gajah Putih Thailand. 

Beberapa pertandingan sebelum piala AFF digelar pun timnas juga digempur kritikan oleh oknum netizen ketika timnas mengalami kekalahan, meskipun itu hanya laga persahabatan. Sayangnya kritik yang dilayangkan itu bersifat menjatuhkan bukan membangun apalagi apresiasi. Apresiasi diberikan ketika timnas menang saja, sedangkan ketika kalah hanya hujatan yang didapatkan dari mulai pemain hingga staff pelatih timnas.

Tampak jelas kualitas dalam segi pengetahuan sepakbola hingga perilaku suporter Indonesia yang demikian sangatlah memprihatinkan. Segi pengetahuan mereka tentang sepakbola masih dapat dinilai sangat rendah yang tampak dari cara mereka menilai pertandingan yang selalu berfokus pada kekurangan dan hasil akhir timnas, sedangkan analisis sepakbola yang baik terhadap pertandingan sangat minim . 

Segi perilaku atau attitude pun tampak masih sangat rendah, kritik yang dilayangkan hanya berisi hujatan tak berisi, terlebih hanya menyalahkan salah satu pemain saja ketika melakukan kesalahan. Berkaca dari hal ini tak salah jika banyak yang mengatakan bahwa tipe suporter yang seperti ini sebagai “suporter karbitan”, dan label netizen Indonesia paling tak sopan dalam hal ini sangatlah valid.

Tak mampu memelihara fasilitas yang sudah tersedia dengan baik

Baru dua laga dijalani di kandang Indonesia Stadion Utama Gelora Bung Karno, suporter Indonesia sudah berulah. Tampak sekali pengetahuan bagaimana aturan menjadi suporter yang baik itu sangat rendah, mereka tak mampu memelihara fasilitas stadion. Hal ini tampak dari supporter yang menonton sambil berdiri di atas kursi, hingga potret oknum yang berdiri di atas speaker stadion. Entah apa yang terlintas di pikiran oknum-oknum suporter ini, namun yang pasti kualitas SDM Indonesia tampaknya masih sangat jauh dari harapan majunya sepakbola Indonesia.

Tak dapat menghargai tim tamu

Momen bertandang di kandang lawan sepatutnya memberikan pengalaman yang baik kepada tim tandang. Namun tampaknya hal ini tak selalu berlaku di Indonesia, terlihat dari laga Indonesia melawan Thailand kemarin di mana bus timnas Thailand diserang para supporter Indonesia, bahkan dengan lemparan baru hingga kaca bus retak.

Thailand memang menjadi salah satu tim rival besar Indonesia di Asia Tenggara, namun hal ini tak berarti mereka diperlakukan demikian. Tentu saja perilaku buruk oknum supporter tersebut memperburuk citra sepakbola Indonesia di mata dunia, terlebih memori pada insiden Kanjuruhan belum usai. Mental seperti ini sepertinya sudah terpupuk sejak lama di Indonesia, laga-laga yang sarat akan rivalitas tinggi sangat rentan akan terjadinya insiden-insiden dan kerusuhan suporter. Hal ini menjadi PR bersama di mana seharusnya kita sebagai tuan rumah dapat lebih baik dalam menyambut tim tamu yang datang, meskipun itu tim bebuyutan timnas tercinta.

Tak pernah mau dan bisa belajar dari pengalaman

Daftar hitam dari rapor sepakbola Indonesia terus saja tercatat dalam sejarah, sudah terlalu muak rasanya menerima sanksi demi sanksi. Seolah selalu dihukum dan didzolimi, padahal diantara penyebabnya ialah orang yang katanya paling cinta sepakbola Indonesia itu sendiri. Sampai kapan sepakbola negeri ini dihantui oleh hukuman, serendah itukah daya pikir kita hingga tak mampu berpikir sebelum bertindak terlebih jika itu merugikan orang banyak. Mestinya sudah cukup pelajaran yang dilewati sepakbola tanah air, sudah waktunya berbenah menjadi sepakbola yang lebih maju.

Kecerdasan emosional masyarakat masih jelek

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline