Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Aldy Fahriansyah

Oh, hai. Saya gasuka nulis, hanya sedang tersesat di internet.

Minta Maaf Itu Tidak Penting

Diperbarui: 25 Desember 2022   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Eh sorry ya, aku datang telat, tadi dijalannya macet”.

Ku dengar kutipan perkataan tersebut dari mulut temanku yang besoknya datang telat lagi satu jam setengah. Menyebalkan memang ketika kata maaf seakan menjadi jurus andalan untuk menutup kesalahan yang sudah dilakukan. Ya, memang ketika berbicara kesalahan, yang namanya manusia pasti tidak lepas dari salah dan lupa. Tetapi yang menjadi poinnya disini adalah selalu ada kata maaf yang disematkan tanpa merubah prilaku orang yang salah tersebut.


Hampir sama seperti kata ‘oknum’ yang seolah-olah selalu menjadi kata ajaib ketika ada kejanggalan terjadi. Ayolah, hidup ini sudah melelahkan dengan banyaknya perdebatan antara kaum tua di atas sana yang sedang memperebutkan kekuasaan sekarang ditambah lagi dengan budaya maaf ini yang semakin hari semakin menjadi-jadi (maksudnya budaya maaf yang salah ya). Minta maaf tidak salah kok, malahan itu merupakan suatu hal yang baik dan harus dilakukan, tetapi minta maaf yang gimana dulu nih, hehe.
Sebagian besar manusia yang hidup termasuk Saya mungkin memang tidak menyadari budaya maaf yang salah ini. 

Jujur Saya juga baru menyadarinya beberapa waktu kebelakang, selain dari seringnya kejadian tersebut terjadi disekitar kehidupan Saya, juga dikuatkan setelah Saya mendengar Podcast Noice dari Musuh Masyarakat yang disampaikan oleh Tretan Muslim dan Coki Pardede yang berjudul “Minta Maaf Tidak Perlu”. Disana banyak disampaikan bahwasanya meminta maaf, khususnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia kebanyakan hanya formalitas saja, dan itu fakta. Bahkan pernah suatu ketika teman Saya hanya menepuk Pundak Saya sambil berkata “Sorry ya” kemudian dia pergi begitu saja, sialan emang.


Karena disini Saya tinggal di Indonesia, maka studi kasus yang diberikan kebanyakan adalah dari Indonesia. Perlu saya informasikan bahwa selain dari alamnya yang kaya seperti surga, masyarakat Indonesia juga memiliki banyak kelebihan, salah satunya yaitu sifat ‘Ga Enakan’ yang tidak dimiliki oleh orang luar negeri, mungkin, karena Saya belum pernah keluar negeri hehe. Sifat ga enakan orang Indonesia ini menurut Saya sudah mendarah daging, kita ga nanya sama orang yang ketemu sama kita di suatu tempat aja, bisa sampai tidak tidur itu karena mikirin perasaan orang yang tidak kita tanya tadi, aneh tapi nyata.


Hal ini juga yang menjadikan orang Indonesia salah mengartikan kata maaf itu sendiri. Karena mereka ga enakan, maka minta maaf itu bisa diartikan hanya untuk menutupi sifat ga enakan yang dimiliki, bukan untuk merubah kesalahan yang telah diperbuat. Ada juga jenis orang yang kebanyakan meminta maaf, ini bahkan disebut penyakit ‘Sorry Syndrome’, beda lagi bahasannya ini, panjang lagi.


Bagi orang yang beragama, termasuk agama yang ditulis di KTP, meminta maaf ini sangat dianjurkan dan juga diajarkan untuk dilakukan. Dalam esensi yang sesungguhnya, meminta maaf ini merupakan suatu kebajikan. Tetapi disini yang lebih sering Saya rasakan adalah meminta maaf hanya sebagai alasan yang diargumentasikan saja. Selanjutnya akan Saya kupas apa saja budaya maaf yang aneh dan sering ditemui di Indonesia.


Yang pertama dan yang paling sering terjadi adalah meminta maaf hanya untuk formalitas belaka. Seperti hanya sekedar saja untuk dilakukan tanpa ada perubahan yang terjadi setelahnya. Untuk studi kasusnya sudah beberapa disebutkan diatas. Selanjutnya yang kedua, kebanyakan orang (tentu saja tidak semuanya) memaksa orang meminta maaf kepadanya hanya untuk diakui saja kehormatannya. Perlu diketahui juga, sudah menjadi hal fundamental ketika manusia ingin diakui eksistensinya, salah satu cara untuk mengakui keberadaan manusia adalah ketika ada orang yang meminta maaf kepadanya, terkadang juga dilakukan dengan tekanan dan paksaan. Selanjutnya sebagai poin ketiga adalah meminta maaf tidak merubah prilaku yang tadinya buruk menjadi baik. Ini bisa disambungkan dengan poin pertama yaitu formalitas. Karena hanya sebagai formalitas saja, prilaku yang salah yang sudah dilakukan seperti datang terlambat tidak dirubah sama sekali, aneh emang. 

Yang terakhir dan yang paling aneh adalah ketika kita disuruh meminta maaf kepada orang yang bahkan tidak pernah bertemu kita. Misalnya ada orang yang ketahuan sedang bersenggama dengan yang bukan istrinya, maka otomatis karena ini di Indonesia, warga langsung meng-arak mereka keliling komplek tanpa busana, itu saja sudah cukup aneh karena sudah main hakim sendiri, ditambah lagi yang paling aneh adalah ketika orang yang ketahuan tersebut disuruh meminta maaf kepada seluruh masyarakat yang ada disana, loh kan yang dirugikan bisa saja hanya beberapa rumah, kok minta maafnya ke semua orang si, kan wadaw.


Setelah mengetahui beberapa hal yang sudah dipaparkan diatas, Saya kira meminta maaf itu memang tidak perlu-perlu amat (kalo hanya formalitas saja buat apa?). Lebih baik ketika misalnya kita membuat kesalahan, langsung saja berintropeksi diri kemudian secepatnya merubah yang tadinya salah/kurang baik menjadi lebih baik lagi. Sederhananya minta maaflah dengan Tindakan yang nyata, yang real. Bukannya suara tindakan lebih keras terdengar daripada suara kata. Bagaimana pendapatmu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline