Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Akhyar Adnan

Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Tol Kita Vs Tol Tetangga (1)

Diperbarui: 19 April 2023   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Alhamdulillah, sejak tadi malam, 18 April 2023 saya dan istri berkesempatan lagi berkunjung ke Kuala Lumpur, Malaysia. Kami dijemput anak dan menantu di KLIA, tentu saja pulang dari Bandara KLIA -- Kuala Lumpur kami melalui jalan toll. Ini suatu yang lumrah dan tiak perlu diceritakanlah. Ya, kan...?

Nah, kalau sudah berjalan atau berada di rantau orang, maka -- biasanya -- tradisi membandingkan tidak bisa tidak, terjadi. Tetapi tidak salah juga, kan? Karena -- yang namanya evaluasi, analisis, review dan apapun istilah yang dipakai -- pada hakekatnya harus melalui proses pembandingan.

Nah, tadi malam itu, begitu memasuki salah satu ruas toll yang cukup panjang di Kuala Lumpur, saya kaget. Kenapa? Karena saat membayar, ternyata untuk melewati toll sepanjang itu hanya dibebani RM2, alias kalau di rupiahkan hanyalah Rp.6.734,50. Padahal, tarif toll JORR saja adalah Rp10.500,-

Tidak puas dengan perbandingan di atas, saya cari dan buat perbandingan lain. Agar lebih apple to apple, saya bandingkan 3 (tiga) variable sekaligus, yakni: (a) jarak tempuh, (b) harga dan (c) waktu tempuh. Maka saya bandingkan antara toll dari KL (Damansara) ke Penang (Bandar Casia) yang berjarak 330km. Tarifnya adalah RM34,30 atau sama dengan Rp115.000,- Jarak tempuh dengan kecepatan standar 3-4 jam. Untuk Indonesia, saya ambil Jakarta -- Pemalang yang berjarak 334,3km. Tarifnya adalah Rp241.000,- dengan jarak sekitar tempuh  5 -- 6 jam.

Lalu, apa yang dapat disimpulkan?

Sangat jelas dan gamblang: tarif toll di Indonesia 2 (dua) kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan tarif toll di Malaysia. Begitu pula jarak tempuh, walau ini tentu ditentukan pula oleh kepadatan kendaraan yang lalu lalang saat itu.

Beberapa pertanyaan lanjutan bisa diajukan, diantaranya adalah: kok bisa tarif di Indonesia jauh lebih mahal, ya? Lalu berapa laba atau tingkat laba industri jalan toll tersebut itu sebenarnya? Siapa yang menikmati laba besar itu? Kok BUMN Karya yang menjadi pengelola jalan toll kabarnya megap-megap keuangannya? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Nah, tentu bukan tugas saya menjawab semua pertanyaan itu, karena saya tak punya data dan info, dan tidak pula punya otoritas pula untuk menjawabnya.

Mungkin kita bisa tanyakan kepada rumput yang bergoyang saja, ya....??? He..he...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline