Lihat ke Halaman Asli

Risalah Ayah: Prima Facie

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mei 1998

Ayahku seorang guru, tak heran ia tampaknya ingin aku menjadi guru.
Suatu ketika aku menyatakan pendapatku tentang hal ini, bahwa aku tak
ingin menjadi guru.

“Pak nanti aku ingin kuliah di Jawa, di UI. Aku ingin menjadi orang yang mampu mengangkat harkat keluarga kita.”

Bapak tampak tersenyum, “kenapa kau tak di sini saja bersekolahnya,
menjadi guru, membuat orang-orang di kampung ini menjadi cerdas, tidak
bodoh lagi.”

“Tidak Pak, aku ingin menjadi orang besar, menjadi pemimpin, mengubah
keadaan, aku sudah bosan dengan begitu lambatnya pembangunan, begitu
lamanya kita menikmati sejahteranya kemerdekaan”.

Bapak hanya menghela nafas, “kalau begitu inginmu nak, aku tak akan
mencegahnya. Aku akan membantu untuk mewujudkan itu semua semampuku,
sekuatku. Berjuanglah nak menggapai itu semua.”

Mei 2002

Ayahku seorang guru, tak heran jika penghasilannya pun pas-pasan. Suatu
ketika kulihat ia berbincang dengan temannya yang sedang syukuran pindah
ke rumah baru. Lamat-lamat kudengar perbincangannya.

“Pak guru kapan membangun rumah, sudah menabung pasti?”

Bapak hanya tersenyum, “belum pak.”

“Kapan lagi pak guru?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline