Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Afif

Pembelajar

Tren De-dolariasasi pada Bisnis dan Perdagangan Internasional

Diperbarui: 1 Desember 2024   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Time Lapse Mitra Dagang AS dan China (Sumber: howmuch.net)

Pendahuluan

Setelah berakhirnya perang dunia ke-2, muncul negara adikuasa baru yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Namun, secara ekonomi Amerika Serikat lebih berpengaruh. Hal ini karena perekonomian Amerika Serikat lebih besar serta pengaruh mata uangnya lebih dominan. Mata uang Amerika Serikat (Dolar Amerika Serikat (USD)) telah mendominasi sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional, cadangan devisa, dan investasi global. Dengan dominasi tersebut, tentunya Amerika Serikat memiliki keuntungan lebih dibandingkan negara-negara lain. Misalnya dalam hal perdagangan Internasional, perusahaan asal Amerika Serikat tidak perlu khawatir mengenai risiko nilai tukar yang dapat mengubah biaya ekspor dan impor. Hal ini memudahkan perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat untuk mengakses pasar global, menjual produk mereka, dan melakukan investasi di luar negeri tanpa menghadapi fluktuasi nilai tukar yang signifikan.

Sejarah Dominasi Dolar Amerika Serikat

Dominasi Dolar Amerika Serikat terhadap mata uang negara-negara lain dimulai sejak diadakannya Konferensi Bretton Woods pada tahun 1944. Dalam pertemuan teresebut, perwakilan dari 44 negara sepakat untuk membentuk sistem moneter internasional baru untuk menstabilkan ekonomi global pasca Perang Dunia II. Sistem ini menetapkan Dolar Amerika Serikat sebagai mata uang acuan yang terikat dengan emas (1 ons emas = 35 dolar). Karena sistem Bretton Woods, dolar menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internacional, serta penyimpanan cadangan devisa oleh Bank Sentral di seluruh dunia. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar dan cadangan emas terbesar saat itu, Amerika Serikat memainkan peran penting dalam stabilitas ekonomi global, yang membuat posisi dólar semakin kuat.

Pada tahun 1971, Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, mengakhiri keterikatan dolar dengan emas. Hal ini menyebabkan runtuhnya sistem Bretton Woods dan transisi menuju sistem nilai tukar mengambang, dimana mata uang tidak lagi terikat pada emas. Meskipun begitu, dolar tetap mempertahankan peran dominannya, karena Amerika Serikat tetap menjadi ekonomi terbesar dan terkuat. Kemudian pada dekade yang sama, terjadi kesepakatan antara Amerika Serikat dan negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah. Dalam kesepakatan tersebut, minyak diekspor dan diperdagangkan dalam denominasi dolar, yang kemudian dikenal sebagai petrodollar. Hal ini memastikan permintaan global yang tinggi terhadap dolar karena negara-negara membutuhkannya untuk membeli minyak dan komoditas lainnya.

Dengan semakin berkembangnya globalisasi dan integrasi pasar keuangan internasional, dolar tetap menjadi mata uang utama yang digunakan dalam transaksi lintas batas, investasi, dan aset cadangan. Bank sentral dari berbagai negara terus menyimpan dolar dalam jumlah besar sebagai aset yang aman dan likuid. Stabilitas politik dan ekonomi Amerika Serikat juga membuat dolar dianggap sebagai mata uang yang paling aman di masa-masa terjadinya krisis ekonomi.

Kebangkitan Ekonomi China

Perkembangan ekonomi China dimulai sejak pelaksanaan reformasi ekonomi pada akhir 1970-an di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping. Kebijakan ini mengakhiri isolasi ekonomi China dan membuka negara tersebut bagi investasi asing serta memperkenalkan prinsip-prinsip pasar dalam perekonomian. Melalui kebijakan open door dan penerapan Zona Ekonomi Khusus (SEZ), China berhasil menarik investasi asing dalam jumlah besar, terutama di sektor manufaktur. Seiring dengan pertumbuhan pesat industri, infrastruktur yang modern, dan tenaga kerja yang besar, China menjadi pusat produksi global, menghasilkan berbagai produk mulai dari elektronik hingga tekstil dengan harga yang kompetitif.

Bukti pesatnya perkembangan ekonomi China dapat dilihat pada gambar diatas.

Dapat dilihat dari gambar tersebut dimana pada tahun 1980, Amerika Serikat menjadi mitra dagang utama bagi hampir seluruh negara di dunia. Lalu pada tahun 2018, Amerika Serikat tidak lagi menjadi mitra dagang utama bagi mayoritas negara di dunia. Pada tahun tersebut, China smenjadi mitra dagang utama mayoritas negara-negara di dunia. Namun, walaupun Amerika Serikat bukan lagi mitra dagang utama, aktivitas perdagangan tetap menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat. Hal tersebut tentu dapat merugikan negara-negara selain Amerika Serikat. 

Misalnya seorang pengusaha Indonesia ingin mengimpor barang dari China. Karena transaksi yang digunakan menggunakan dolar, kemudian tiba-tiba nilai dolar menguat, maka jumlah barang yang didapat bisa berkurang dengan jumlah nilai mata uang lokal yang sama. Hal inilah yang memicu beberapa negara untuk menandatangani perjanjian perdagangan menggunakan mata uang negara masing-masing tanpa menggunakan Dolar Amerika Serikat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline