Kemunculan konsep Society 5.0 ditandai dengan lahirnya beragam inovasi dalam dunia industri dan masyarakat sebagai antisipasi terhadap tren global yang berimplikasi pada banyak aspek kehidupan manusia, salah satunya ialah pendidikan. Oleh sebab itu, dalam rangka menyambut era Society 5.0, perguruan tinggi turut mengambil peran dalam mencetak sumber daya manusia yang kompeten, inovatif, kreatif, dan bermoral dengan menyelaraskan pendidikan dan memaksimalkan penggunaan teknologi sebagai sarana kegiatan belajar mengajar.
Sebelum munculnya revolusi industri, kegiatan manusia masih dilakukan secara manual tanpa mesin, masa ini disebut sebagai masa prarevolusi. Dimulai pada abad ke-17 sampai awal abad ke 18 dimulai dengan kemunculan Revolusi Industri 1.0 ditandai dengan hadirnya mesin dan tenaga uap. Pada abad 18 terjadi Revolusi Industri 2.0 yang ditandai dengan pemanfaatan tenaga listrik dan mulainya produksi mobil. Revolusi Industri 3.0 terjadi sejak tahun 1960 dengan penggabungan teknologi digital seperti mesin, komputer dan robot. Selanjutnya Revolusi Industri 4.0 terjadi pada tahun 2011 dengan kemunculan robot, artificial intelligence, machine learning, biotechnology, blockchain, internet of things, dan driverless vehicle. Revolusi industri ini sangat berpengaruh dalam cara hidup, bekerja dan komunikasi antar manusia satu sama lain.
Revolusi Industri 5.0 atau lebih dikenal sebagai era society 5.0 adalah transformasi masyarakat yang didorong oleh perkembangan teknologi digital seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), Internet of Things (IoT) dan lainnya. Revolusi Industri 4.0 berfokus pada cara mengoptimasi sebuah pekerjaan, efektivitas otomasi sebuah mesin dan teknologi, dan sistem komputerisasi. Sedangkan pada Revolusi Industri 5.0 lebih fokus pengoptimalan waktu untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, cara mengoptimasi pengetahuan seseorang dengan bantuan kecerdasan buatan, dan cara mempercepat pekerjaan dengan bantuan mesin.
Bidang pendidikan dapat memanfaatkan Revolusi Industri 5.0 dengan baik untuk membantu dalam proses belajar mengajar. Pada era ini, peserta didik diharapkan dapat menguasai 4C (creativity, critical thinking, communication, dan collaboration) agar generasi penerus bangsa dapat bersaing pada abad 21.
Berbicara tentang kemajuan di zaman sekarang, rasanya tak jauh dari membahas revolusi industri 4.0 bahkan yang sudah merangkak ke era society 5.0. Seperti yang sering kita dengar saat ini, yang mana pergeseran itu merupakan sebuah perubahan yang terjadi secara besar-besaran di berbagai bidang, seperti pertanian, transportasi, pertambangan, infrastruktur, dan teknologi.
Tentunya hal tersebut bisa saja membawa perubahan-perubahan yang signifikan, baik itu secara ekonomi, kondisi sosial, serta budaya yang ada pada saat ini.
Menghadapi perubahan dan perkembangan zaman yang semakin cepat dan pesat pada saat ini, rasanya baru saja kemarin memasuki era revolusi industri 4.0, sekarang telah bergeser ke era society 5.0. Generasi muda, khususnya mahasiswa karena saya menduduki di bangku perkuliahan tentunya memegang peran penting dalam kemajuan zaman, segala potensi yang dimiliki menjadi penentu bagaimana kualitas bangsa Indonesia di masa depan.
Tak jarang juga kita dengar bahwa “mahasiswa harus banyak inovasi” bukan semata-mata perkataan biasa, melainkan hal itu bisa menjadi modal penting dalam menghadapi era society 5.0 ini. Faktanya, di zaman sekarang orang-orang lebih banyak berinteraksi melalui handphone, mereka selalu ingin mencari tahu mengenai perkembangan zaman saat ini. Mereka mencari, belajar, dan bekerja di dalam lingkungan inovasi yang sangat mengandalkan teknologi untuk melakukan perubahan di berbagai aspek kehidupannya. Maka dari itu, peran mahasiswa dalam era digitalisasi tidak hanya terbatas pada penggunaan teknologi, tetapi juga pada mencakup potensi yang dapat menularkan kepada masyarakat yang lain.
Dalam menghadapi era society 5.0 peran mahasiswa tentunya paling dibutuhkan, mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agent of change tentunya adalah ujung tombak perubahan yang peduli pada negaranya maupun lingkungan sekitarnya. Mahasiswa sebagai pilar dari kaum muda sekaligus generasi pencetus harus menaruh perhatian lebih terhadap kondisi yang terjadi saat ini. “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat merubah dunia”. Begitulah kutipan dari salah satu pemimpin kita. Yang menjadi persoalan adalah tidak sedikit di antara mahasiswa-mahasiswa sekarang saling bersaing, apalagi bersaing secara tidak sehat seperti menjatuhkan temannya sendiri. Tentu jika dikaitkan sekarang ini, hal tersebut sudah tidak relevan. Sekarang adalah zamannya berkolaborasi, berkolaborasi artinya bekerjasama.
Kemampuan mahasiswa dalam berkolaborasi tentu sangat penting dalam membangun jaringan sosial dan karir. Hal ini juga menggerakkan kampus-kampus di seluruh dunia untuk mendorong para mahasiswanya agar mampu mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan teman maupun lembaga. Seperti itulah kiranya bersaing secara sehat. Selain menyandang title mahasiswa, hal yang harus ditanamkan dalam menghadapi era society 5.0 ini adalah memiliki wawasan yang lebih luas, jika wawasan luas saja tidak cukup, maka harus lebih luas dalam hal perkembangan teknologi dan mampu memanfaatkannya. Tidak hanya sekedar memenuhi kepuasan diri atau mengetahui perkembangannya saja, tetapi juga mahasiswa harus dapat menyaringnya dengan cerdas.
Karena benda yang setiap saat kita bawa, seperti handphone bisa menjadi pisau bermata dua. Bisa menjadi barang untuk membunuh orang lain dan bahkan bisa membunuh diri kita sendiri. Seperti mengutip yang disampaikan Mudir (Kyai Pimpinan Pesantren – red) saya ketika saya masih menggunakan seragam putih abu kala itu. Selain itu, mahasiswa sebagai pembelajar sepanjang hayat (longlife learner) harus memiliki kepekaan terhadap hal-hal baru ataupun hal-hal di sekitarnya. Selain itu, kita sebagai mahasiswa juga harus mengasah skill sesuai dengan zamannya, agar ke depannya nanti dapat beradaptasi dan berkembang dalam menghadapi tantangan di era society 5.0 ini. Mengapa? Karena jika kita sendiri tidak kuat menahan gempuran atau tantangan saat ini, yang ada kita yang akan tergerus oleh zaman. Sebagai refleksi penulis, sudah patutnya kita sebagai mahasiswa melakukan dobrakan-dobrakan baru dan merepresentasikannya. Memang masih banyak waktu dan kesempatan untuk berbenah, namun ketika hal yang sifatnya urgensi dianggap remeh-temeh, sesuatu yang dianggap mustahil, akan tetap menjadi mustahil.