Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rasyid Ridho

Mengabdi di Pondok Pesantren Al-Ishlah. Suka membaca dan menulis. Suka mengajak orang baca buku dan menulis. Suka jualan buku. Menulis banyak tulisan di media massa cetak ataupun online. Telah menulis belasan buku antologi dan satu buku solo kumpulan puisi "Kita Adalah Cinta."

Jurus Menghindari Ranjau Menulis Biografi

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="441" caption="cover buku"][/caption] Judul                            : Ranjau Biografi

Penulis                          :Pepih Nugraha

Editor                          : Pratiwi Utami

Penerbit                       :Bentang Pustaka

Tahun Terbit                : Pertama,Oktober 2013

Jumlah Halaman          : 156 halaman

ISBN                           :  978-602-7888-77-7

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Pendiri Klub Buku Booklicious.

Saat ini buku biografi atau buku (novel) yang bercerita tentang perjalanan hidup seseorang, menjadi tren di dunia perbukuan. Tersebab banyak pembaca yang suka dan laris, banyak penulis yang mencoba menulis biografi seseorang yang kiranya akan menginspirasi pembaca atau menulis biografi seseorang atas pesanan dari penerbit.

Pepih Nugraha wartawan harian Kompas yang biasa menulis  features di rubrik Sosok, yakni tentang perjalanan hidup seseorang di harian Kompas saat ini menulis buku yang berjudul Ranjau Biografi. Berbeda dengan buku karyanya yang sebelumnya (Menulis Sosok: Secara Inspiratif, Menarik dan Unik), buku ini tidak membahas tips-tips bagaimana menulis biografi yang menarik minat pembaca. Tetapi membahas tentang ranjau-ranjau yang harus dihindari oleh penulis biografi.

Seperti halnya berperang, menulis biografi juga harus berhati-hati karena di sana-sini ada ranjau-ranjau yang siap menghancurkan penulis. Setidaknya ada 11 ranjau menurut Pepih Nugraha. Yang pertama, narasumber juga seperti wartawan, bisa juga dia berbohong atas apa yang dia ucapkan pada wartawan/ pewawancara.

Seperti contoh kasus yang pernah dialami Pepih Nugraha ketika akan menulis sosok Eko Ramaditya Adikara. Penyandang tuna netra tetapi mampu mengoperasikan komputer. Nah, kebohongan Rama yang diakuinya adalah musik game yang dia buat dibeli oleh perusahaan game. Padahal itu tidak benar, dia yang mencatut musik tersebut dan dia akui. Sayang sekali, sosok yang awalnya inspiratif, akhirnya harus tercoreng karena kesalahannya sendiri. Nah, dalam hal ini pewawancara harus hati-hati, kalau bisa mencari sumber lain yang bisa memberi info tentang yang telah diwawancarai. Agar bisa terhindar dari kebohongan narasumber.

Ranjau berikutnya, menulis biografi orang kontroversial itu cukup berbahaya. Pembaca akan tidak suka, dan berpengaruh dengan penjualan koran nantinya. Misalnya, Pepih menulis tentang Andi Mallarangeng yang dulunya berprestasi, 14 tahun yang lalu. Kemudian sekarang mendapat sangkaan korupsi saat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, maka tulisan yang dahulu itu tidak apa-apa. Namun, jika baru sekarang ketika disangka korupsi itu akan berbahaya bagi media yang memuat biografi tersebut. Maka, berhati-hati memilih narasumber, usahakan narasumber yang benar-benar ‘bersih’.

Yang perlu dihindari juga adalah terlalu lama dekat dengan politisi. Kenapa? Akan menjadi berbahaya jika ada penugasan langsung dari editor penulisan biografi tentang politisi yang dekat dengan kita tersebut. Jika ada inisiatif membuat biografi tokoh politik, sebaiknya jangan membuat biografi politis yang dekat dengan kita. Apa bahayanya? Penulis akan menulis puja-puji saja setinggi langit, tak ada kritik saran yang membangun.

Ranjau berikutnya adalah tidak kenal, tidak pernah juga mewawancarainya. Misal, Anda membuat biografi tentang Maradona nan jauh di sana. Tanpa wawancara sudah menjadi buku, hanya menyelipkan kliping-kliping tentang Maradona. Hasil tulisan tanpa wawancara ini yang berbahaya. Misal ada kliping itu tak masalah, tetapi bagaimana yang ditulisnya itu bohong alias khayalan penulis semata. Tak hanya itu, tulisan biografi tanpa wawancara tulisannya akan terasa berat, karena tak berjiwa.

Di antara beberapa ranjau di atas, ranjau ini yang paling berpengaruh atau utama. Yaitu, ranjau sogokan. Betapa sogokan itu berbahaya. Tidak sedikit narasumber yang memberi uang kepada wartawan agar menuliskan sedikit kisah hidupnya di koran. Dan tidak sedikit pula wartawan mengambil uang tersebut, dan menuliskan kisah hidup pemberi uang di media.

Padahal, sikap ini sangat berbahaya. Baik pada koran, apalagi terhadap penulis/ wartawannya. Di Kompas Grup jika ada wartawan yang mengambil uang sogokan, maka dia akan dipecat. Selain itu kualitas tulisan akan diperhitungkan oleh pembaca. Pembaca yang kritis akan melihat semua yang ada dalam tulisan tersebut. Pembaca yang cerdas akan tahu, mana berita yang benar-benar ada news valuenya. Jika tidak, masyarakat akan kecewa dan akan kehilangan angka pembeli akhirnya majalahnya.

Karena itu, buku 156 halaman ini memang sangat bermanfaat, terutama bagi Anda yang ingin membuat buku ataupun novel biografi, hidup damai terbebas dari ranjau biografi. Kelebihan buku ini, dengan juga adanya contoh sosok yang ditulis Pepih di rubrik sosok kompas,  maka pembaca  akan mudah memahami dan memaknai maksud Pepih. Selain itu ada juga ilustrasinya, yang semakin membuat menarik buku ini. Selamat membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline