Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ichsan

Menyukai seni sastra, sosial dan budaya

Ironi Jalanan

Diperbarui: 16 Juli 2023   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ia duduk di sana
di pinggir jalanan sesak
ketika deru roda serupa
napas kota yang tersengal

selembar resah lelah terkapar
di rongga dadanya yang tipis
bertanya remah-remah tersisa
di antara timbunan sampah

simak asanya, matahari haru
tumpah sinarnya berwarna biru,
namun deru roda riuh mencumbu kota,
do'a pemulung tua menguap di langitnya  

bila senja mulai merona
ia menjadi jingga di ujung hari
tenggelam ke dalam kelam
di suatu negeri berhawa sunyi

dalam gigilnya, pemulung tua bertahan
memaksa diri bagai patung kota teguh berdiri
o, engkau cendawan peradaban!
harapkan kotamu ingat nasibmu ini

jika mampu, kuingin usap dahimu
tapi peluhmu terburu mengering
sekering takdirmu yang terasing,
pungut remah rezeki di negeri sendiri.

sungguh engkau adalah pesan
tentang ide keadilan yang usang:
siapa bilang kemakmuran bisa merata
dapat dijangkau mereka yang jelata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline