Sudah lama sekali
ia ingin sebuah rumah.
Tak perlu besar dan megah
cukup ruang sederhana saja
yang penting bisa menampung
sebanyak mungkin cinta
Setiap hari
dengan tekun
ia bangun
rumah impiannya itu,
berdiri di atas pondasi
batu-batu tekadnya yang kokoh.
Keempat dindingnya
begitu bening dan transparan,
dan segala cahaya cinta
memancar dari dada penghuni rumah,
menembus dan menebar keluar
memijar, maka segalanya begitu meriah.
Di rumah ini,
setiap sudut tertata rapi,
sebab selalu ada kasih menghiasi
bagaikan senyum hangat kekasih
api cinta bagi setiap jiwa yang singgah
Sungguh,
ia ingin pintu rumahnya lebar
kokoh, terbuat dari dada yang sabar,
sambut siapapun yang datang
dari segala asal muasal.
Di rumah ini lah ia ingin bertemunya:
siapa saja berhati tulus dan penuh cinta.
Di terasnya tumbuh bunga-bunga menawan
menghiasi sepanjang jalan taman,
tempat siapa saja melepas lelah,
gundah dan resah lenyap sudah
jika berada di sana, di taman persahabatan
Di taman rumahnya ini lah ia ingin
Segala ras, suku, agama dan bangsa bersuka cita
rayakan indahnya kemanusiaan semesta.
Sungguh,
ia ingin rumahnya ini juga tempat berlindung
bagi jiwa yang terluka,
sembuh sediakala diobati mujarabnya cinta.
Siapa saja yang berduka hanya merasakan
sekejap saja sakitnya sebab segala kepedihan
terusir sudah berganti tawa dan canda.
Itulah sebabnya ia ingin rumahnya ini
bukan tempat tinggal baginya saja,
tapi juga kediaman bagi sesama,
yang pada setiap sudutnya,
mereka akan bersua selaksa kebijaksanaan
dan pengalaman berharga
agar dapat menjadi manusia
baik dan pengasih terhadap sesama,
tanpa hasut dan iri yang mengotori jiwa.
Jika gelap tiba,
bintang-bintang bersinar,
bak berlian dan permata
di permadani langit malam.
Rumahnya pun menjadi terang oleh keindahan,
tak diselubungi berat selimut kegelapan.