[caption caption="gk"][/caption]
Sampai pagi ini masih ramai orang memperbincangkan, menghujat Fadli Zon, walaupun ada juga segelintir orang yang membela tindakannya menghadiri salah satu rangkaian acara kampanye Donald Trump pekan lalu.
Saya hanya akan mengulas cara berkomunikasi Fadli yang terbukti tidak efektif, tetapi justru berbalik kepada dirinya. Sebagian besar masyarakat malahan menjadi antipati terhadap Fadli karena pernyataan-pernyataan sanggahannya dan justru seorang sahabat saya, Imam Shamsi Ali pemimpin komunitas muslim di New York City, Amerika Serikat, mendapatkan simpati publik yang besar.
"KESALAHAN FADLI ZON ADALAH SALAH MEMILIH LAWAN." demikian ucapan Ridwan Saidi tokoh budaya Betawi tadi malam mengomentari tindak-tanduk Fadli Zon di Amerika Serikat tersebut. Ya, memang kami berdua hanya mendiskusikan masalah Fadli Zon saja. Karena dimata Ridwan Saidi, Setyo Novanto "sudah berakhir" dan tidak perlu didiskusikan lagi karena tinggal tunggu waktunya saja dia jatuh.
Fadli Zon terus melakukan pembelaan dirinya dengan cara menyerang lawan. Ini yang terbukti membuat Fadli menjadi semakin tersudut di mata masyarakat. Dari cara pembelaannya melalui SMS atau short messages dipandang sebagai gaya anak kecil, bukan sebagai pejabat tinggi negara yang harusnya lebih berwibawa dan bermartabat.
Dalam diskusi semalam kami berdua melihat kehebatan konstruksi berfikir seorang Imam Shamsi Ali. Imam Shamsi Ali memberikan jawaban yang lugas dan tepat. Bahkan saking kagumnya, Ridwan Saidi berkata, "Saya salut atas konstruksi berfikirnya Imam Shamsi Ali, dia tidak bergeming dari Premis Mayor masalah harga diri bangsa."
Kepantasan seorang pemimpin, ini bukan masalah hukum formal saja, tapi juga masalah etika kepemimpinan. "Pantaskah seorang pemimpin berfoto Selfie dengan seorang "gadis klenci*?" ujar Ridwan Saidi menambahi komentar saya.
Saya berpendapat bahwa seharusnya Fadli Zon secara jujur mengakui bahwa perbuatan dia Selfie dengan "gadis klenci"* adalah sebuah kesalahan. Jangan dia mencoba membela diri untuk orang lain membawakan hukum formil agama untuk perbuatannya itu. Tafsir Ridwan Saidi atas polemik ini bahwa Fadli Zon ingin membangun opini publik bahwa yang "against" kehadiran dia di Trump Tower adalah Islam garis keras.
"Jangan Imam Shamsi Ali terpengaruh untuk masuk dalam jebakan ini."
Saya salut kepada Imam Shamsi Ali karena tetap bertahan dalam Premis Mayornya, yaitu HARGA DIRI BANGSA.
Menurut saya pribadi yang kemudian di aminkan oleh Ridwan bahwa sebenarnya Fadli dapat melakukan sebuah langkah cantik dari polemik tersebut dan sekaligus menuntaskan masalah yang mencuat kepermukaan itu. Langkah cantik itu adalah, Fadli minta pihak Konjen RI di New York untuk mengatur pertemuan Imam Shamsi Ali, warga negara Indonesia yang tinggal di New York City ini untuk bertemu dengan dirinya. Diundang dengan baik-baik dengan rasa kekeluargaan, justru dengan pertemuan kekeluargaan itu Insya Allah persoalan diharapkan bisa SELESAI. Dan mungkin peran Majelis Kehormatan DPR tidak diperlukan. Semoga.