Lihat ke Halaman Asli

HME Irmansyah

Ipoleksosbud

Petarung Itu Meraung

Diperbarui: 27 Juli 2017   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="rr"]

Majalah TEMPO edisi terbaru minggu ini  di cover depannya diberi judul "Petarung atau Peraung?" 

Entah apa maksudnya TEMPO melakukan dikotomi seperti itu. Padahal meraung merupakan bagian dari sebuah pertarungan. Di dalam komunikasi politik petarung memang lebih seram jika diikuti oleh raungan yang mengagetkan.

Dalam gambar cover depan tersebut terlihat bahwa Rizal Ramli digambarkan sebagai sebuah "boneka" yang mengikuti gerakan sang dalang. Saya terus terang sebenarnya sejak Senin kemarin pagi ingin mengomentarinya, namun karena saya belum melihat sendiri secara fisik dan melihat gambarnya secara langsung maka saya menundanya sampai hari ini setelah melihat langsung. Ternyata memang benar bahwa apa yang saya lihat di majalah TEMPO tersebut sangatlah tendensius. Seolah ingin digambarkan bahwa Rizal adalah "boneka" atau "wayang" yang mengikuti apa saja keinginan dalang. Buat saya, hal ini sangat.... sekali lagi, tendensius.

Rizal memberikan penjelasan kemarin pagi, bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menyetir dan memperlakukannya seperti boneka. Dan sejatinya seorang Rizal Ramli sejak jaman mahasiswa memang bukan type "cari aman" dan "bisa diatur". Contohnya, dia pernah ditawari oleh Sarwono Kusumaatmadja untuk menjadi "calon jadi" DPR ketika jaman Soeharto masih menjadi Presiden, tapi dia tolak.
Kalaupun minggu lalu dia melakukan jurus "Rajawali Ngepret", ini dijelaskan Rizal dengan nada bercanda, jurus ini membawa angin yang lebih kencang dari luar agar terjadi perubahan di dalam.  Hal ini, ucap dia sesuai dengan teori perubahan yang menyebutkan agar segala sesuatu harus mengalami perubahan agar tidak terbuai dengan kenyamanan.

"Kita perlu kepret sedikit, setelah itu kita konsolidasi. Dimanapun saya berada, shock therapy dulu, kepret dulu.", kata dia seraya tertawa.
Buktinya banyak orang yang tersentak setelah sang Rajawali Libero, demikian julukan bagi Rizal Ramli melakukan "kepretannya", dan semua perhatian tertuju kepada rencana pembelian pesawat Garuda yang berpotensi merugikan negara dan rasional atau tidaknya membangun pembangkit tenaga listrik baru sebesar 3,5 GW ditambah sisa proyek yang dulu sebesar 0,7 GW sehingga totalnya menjadi 4.2 Giga Watt.  Fantastis.

[caption caption="st"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline