Lihat ke Halaman Asli

Banjir di Bulan Februari

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Muhammad Azni

“ pagi kian pergi dengan senyuman anak-anak

nelayan yang meniti jalan dan mengadu nasib

diperaduan ombak dan batu karang, sesekali ada

mutiara yang menyapa pada mereka. Kadang kala

pula datang sekelompok ikan lumba-lumba

menyapa mereka. Setiap kali ingin mengais rezeki

di perairan tempat mereka dibesarkan dan tempat

ayah bunda mereka menhapus peluh dan keringatnya”.

Pagi ini seorang anak kecil menangis di tepi sungai yang deras. Dia menutupi mukanya dan merangkul kedua lututnya sambil memandangi air yang mengalir dengan serumpuk kayu yang hanyu dihadapannya. Dia tak hentinya menatapi air itu, seakan ada sesuatu disana yang menatapnya dan memintanya untuk tidak memalingkan wajahnya dari sungai yang ramai dengan arusnya.

Matahari sudah mulai meninggalkan uput timur, namun anak itu masih saja merangkul kedua lututnya di tepi sungai semenjak pagi tadi. Sebenarnya apa yang dia lakukan dengan menangis di tepi sungai. Bukankah hari sudah panas, jangankan kulit manusia banteng sekalipun rasanya tak mau menjemur diri pada matahari yang seganas ini. Mungkin ini balasan dari sang pencipta, karena hampir seminggu full hujan menguyur kampung dihulu sungai ini.

Nelayan tak dapat melaut, sebab air sungai yang begitu deras dan ranting serta pohon kayu yangbayak bertebaran di sepanjang sungai. Tapi kenapa, anak itu mau duduk begitu lama ditepi sungai?, dengan kaki yang tertatih –tatih seorang kakek tua menghampiri diadengan senyum manis dan melambaikan tangannya kepada angin yang berhembus dengan manja pada pohon dan ilalang. Kakek itu, menghampiri anak kecil yang tak mau meninggalkan tepi sungai dari tatapannya. “ nak, kenapa masih disini.bukankah uda panas?, ayo mita pulang. Nanti kamu sakit kalau terlalu banyak kena angin sungai”. Sapa orang tua itu kepada anak yang tak mau berpaling sedikit pun dari pandangannya. Lalu kake itu merangkul dan membawanya daritepi sungai. Anak itu tak bersuara juga, kala diangkat oleh orang tua yang menghampirinya. Dari ujung jalan. Terdengar suara. Aku mencoba mencari tahu, ada apa sebenarnya disana. “ kemana anak itu, jangan-jangan dia telah terbawa banjir juga”, teriak salah seorang ibu-ibu di tengah jalan.

Lalu orang-orang kampung mulai berkumpul, membicara anak itu. Tiba-tiba kakek yang tadi datang bersama anak yang duduk ditepi sungai. Tanpa sadar ibu yang memcarinya tapi merangkul dan memeluk anak itu dengan erat. “nak, jangan kemana-mana lagi, ibu tak mau kehilangan kamu lagi. Cukup kakak dan ipar ibu yang hilang ditengah sungai itu. Ibu tak mau kamu mengikuti jejak mereka”, sambil ia menagis terseduh-seduh”. “ ini semua gara-gara pemerintah yang seenaknya mengeluarkan ijin tambang dan perusahaan. Mereka tak memikirkan nasib anak-anak kita kedepan”. Banjir mulai mengorogoti kampung halaman kita. Kalau kampungini hancur karena banjir, kita mau kemana. Tnah dan air kita disini”. Celoteh seorang bapak-bapak ditengah kerumunan orang.

“10 februari 2015. Ya, hari yang akan di ingat oleh warga bulongan, karena pada hari itu, telah terjadi banjir yang hampir menenggelamkan seluruh kabupaten bulongan. Banyak harta benda dan tempat huni masyarakat yang harus terseret oleh arus. Bulan oni menjadi bulan yang sangat sedih bagi penduduk indonesia, sebab hampir semua wilayah, di Indonesia bagian tengah dan barat, dilanda banjir belum juga kunjung surut”. “ emang masih ada banjir lain selain di kampung kita ini?”. “ya Allah, hindari kami dari segala musibah yang dapatmenyengsarakan kami ya, rab”. Suara lirih dari seorang nenek, ditengah kerumunan.

Seakan a;lam ikut sedih hari itu, kala melihat orang-orang yang tak berdosa memikul beban yang bukan dibuat oleh mereka. Angin yang damai mulai mengulurkan tangannya pada anak-anak yang tak tahu apa-apa. Surya seakan tak mau lupt dari pangannya memberikan cahaya kasih sayangnya. Namu nair sungai masih saja terus mengalirkan amarahnya. Dia semakin muak dengan kelakuan oknum yang tak bertanggungjawab. Siang telah berlalu. Malam kini mulai menyambut masyarakat yang damai dengan kasihnya. Orang-orang mulai pulang membersihkan rumah-rumah mereka yang kotor akibat banjir beberapa hari yang lalu. Anak-anak juga tak lepasandil ikut membantu orang tua mereka. Malam pun semakin larut dan kampung pun mulai sunyi, sebab anak adam mulai menutupkan kedua matanya. Pada saat sedang asiknya penduduk kampung menikmati indahnya malam. Tiba-tiba mereka dibangunkan oleh suara yang ssangat kencang dari hulu kampung, dan sebagian penduduk lagi berterik dengan kencang untuk membangunkan orang-orang. “ bagun-bangun. Bangun. Banjir datang lagi cepat tinggalkan rumah kalian. Cari tempat berlindung.bagun, bagun”. Seakan gempa dan sunami melanda malam itu, semua orang sibuk dengan dirinya, anak sibuk mencari orang tuanya, orang tua sibuk mencari anak dan asank saudaranya.

Kini banjir datang dengan tiba-tiba, pada hal masyarakat merasa banjir susulan tak mungkin datang. Namun apa daya, kala tuhan sudah berkehendak siap yang dapat menghentikannya. Angin ribut mulai memecah kepanikan warga, air mulai meninggi menyusru tiap lorong di perkampungan. Rumah mulai terendam dengan kayu dan ranting-rantig kering. Semua datang dengan tiba-tiba. Tak ada yang dapat menyelamtkan barang-barangny. Hanya anak-anak mereka saja yang mereka rangkul menuju ketempat yang lebih tinggi dan aman. Malam itu tak ada lagi waktu menyapa antara sesama. Semua sibuk dengan diri dan keluarganya saja.

Malam berlalu dengan begitu saja, sedangkan banjir sendiri tak segan-segan menyapu bersih rumah para penduduk. Kini hanya tangis dan darah yang terdengar di balik derasnya arus sungai. Sepanjang malam hanya suara gemuru air saja yang memahak kesunyian dan mencekam kematian hati, kian lama air mengalir maka semakin berhamburan pula reruntuhan bagunan yang menyamai permukaan sungai yang tak pernah berhenti mengalir dngan derasnya ke permukaan dan muara. Kini hanya tuhan saja yang dapat meloihat dan menyaksikan kekejaman alam pada manusia yang tak pernah mengasihani alam kala kegembiraan datang pada mereka. Kini alam telah muak barulah mereka insaf akan kelakuan mereka pada alam dimasa kelam. Telah pukul 05.00 Wite pagi, namun belum ada pula suara yang terdengar di antara kerumunan orang banyak, mereka semua masih tetap saja pada posisi mereka di ketinggian yang sejak semalam mengamankan diri, dan dari sana pula mereka menyaksikan akan kejamnya alam pada mereka.

Bola mata mereka bagaikan sepasang kelereng yang tak pernah terkatup dan terpejam barang sekejap pun, semua masih saja melirik kiri dan kanan, mata yang penuh harapan akan masih adanya harta benda yang tersisa dari banjir. Tapi, mata yang kosong tetap saja sama, dan ta beruba sedikitpun. Mata dan elingga mereka hanya dapat menyaksikan pemandangan dan suara gemuru arus sungai sepanjang malam.

Sudah dua hari banjir berhenti, dan penduduk mulai kembali kerumah mereka yang masih tersisah dan membersihkan rumah mereka, sementara yang lainnya berusaha mencari harta benda yang bisa diselamatkan. Langkah demi langkah menemani suara percikan lumpur di sepanjang kampung. Kinimereka insaf akan keramahan alam pada mereka dulu, sebab, sebelumnya banjir tak pernah melanda tempat mereka. Namun, semnejak peruahaan kayu dan tambang mengerogoti tanah nenek moyangmereka,hanya air mata dan tangis anak-anak yang mereka dapatkan. Sepanjang bulan februari tercatat 24 kota dan kabupaten yang mengalami banjir, dan 70% di akibatkan oleh perusahaan tambang dan kayu. Tapi, semua hanya menjadi hafalan anak sekolah tentang banjir dan akibatnya. Sebab belum pernah ada langkah tegas dari pemerintah setempat, semua hanya sibuk berdalih denga ayat-ayat tuhan. Dan sepanjang perjalanan kemerdekaan NKRI. Tak ada yang dapat di rasakan dari sebuah perusahaan tambang, baik dari sabang sampai merauke. Semua hanya menjadi boneka impian. Sebab, hanya pemilik dan pengusaha sajalah yang kenyang dari usaha tambang di tana air kita. Kini sampai sudah saatnya. Kita harus melawan apa saja yang akan menyengsarakan kehidupan rakyat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline