Lihat ke Halaman Asli

Susahnya Bisa Punya Rumah di Jabodetabek

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aduh..pusing , stres, anak sudah mulai besar, kerja dikontrak terus rumah juga sama ngontrak terus. Mengajukan KPR ke bank ditolak terus dengan alasan bukan karyawan tetaplah, rekening tabungan tidak baguslah. Syarat-syarat yang rumit mulai dari NPWP,SPT. Namun begitu, saya tidak putus asa dengan mencoba beralih ke bank syariah, eh ternyata sama juga dengan bank konvensional, karena pertimbangan bisnis nyaris orang seperti saya yang mencapai ratusan ribu orang ini sangat mustahil bisa memilki rumah dengan KPR. Sedangkan untuk membeli kontan tidak mampu. Setelah kebijakan pemerintah setelah UU.No.13 tahun 2003, maka nyaris sekarang semua pegawai dikontrak, ada yang pertahun,2 tahun. Setelah kontrak selesai dengan enaknya perusahaan mencari tenaga baru yang lebih fress agar mudah negoisasi gaji dan gampang dikontrak lagi.

Ya, rumah sebuah impian yang sepertinya merupakan kebutuhan primer nyaris mustahil bisa kudapatkan, alih-alih mencoba dengan mengajukan ke Syariah, rupanya tidak jauh beda dengan konvensional hanya beda istilah antara bunga dan bagi hasil. Seyogyannya memberikan manfaat bagi kebanykan ummat yang punya keinginan kuat dan dinilai mampu memberikan tanggung jawab membayar angsurang kiranya bisa dinilai secara adil bisa dipermudah, toh sebenarnya itukan manfaat sebenarnya dari bank syariah. Ehmm bukan pertimbangan bisnis semata.. aduh kasihan juga teman2 yang seprofesi dengan saya pasti merasakan hal yang sama.

Sampai kapan negeri ini punya pemimpin yang tahu betapa susahnya hidup rakyat biasa seperti saya, entah sudah berapa bank saya ditolak terus. Memang alasan logis, lho uangnya cekak..wekwkwek.. ya sudahlah jadi kontraktor terus..belum biaya pendidikan anak, susu anak.. wah makin ribet. Sepertinya lebih jika orang seperti saya jika ditawari dengan pekerjaan dengan skill yang sama pastinya saya memilih kerja di negeri orang (seperti jiran, australia) sekalipin nantinya adalah kompetitor prusaahaan dalam negeri. Seperti kebanyakan ahli-ahli teknik penerbangan dari IPTN yang memilih mencari nafkah hidup diluar negeeri..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline