Dimuat di Banjarmasin Post pada Kamis, 26 Juni 2014
Sungguh aneh tapi nyata. Itulah ungkapan yang paling tepat dilontarkan untuk menggambarkan jalannya sistem demokrasi di Indonesia saat ini. Betapa tidak. Dewasa ini perpolitikan di Indonesia semakin semerawut dan tidak berjalan secara sistematis sesuai yang diharapkan.
Panggung politik dijadikan tempat untuk mendapatkan kepuasan dan kepentingan pribadi, bukan untuk menyejahterakan rakyat. Di sisi lain, banyak pula para pendukung yang sudah terjebak ke dalam politik transaksional dan terkena hipnotis dari para politisi, sehingga secara tidak sadar dan dengan mudahnya mereka dijadikan ‘babu’ oleh politisi itu sendiri.
Doktor Mohammad Nasih, seorang ilmuan politik Universitas Indonesia mengatakan, pendukung yang seperti itu telah mengalami kesetanan politik, sehingga apa pun dilakukan untuk dapat memenangkan pihak yang didukungnya, meskipun dengan cara yang tidak rasional. Biasanya, pendukung yang seperti ini terlalu bersikap tak acuh dengan siapa yang menjadi pilihannya. Mereka tidak mengetahui secara detail kepada siapa amanat mereka berikan. Hanya dengan popularitas yang dimiliki seorang yang didukungnya, mereka sudah mudah terpikat dan bahkan tunduk. Padahal popularitas bisa saja didesain dan dipoles sedemikian rupa sehingga politisi tersebut dengan mudahnya mampu memikat hati rakyat.
Masih menurut Dr Mohammad Nasih, adapula pendukung yang sebenarnya idealis, namun karena dilemahkan oleh iming-iming jabatan dan lain sebagainya dari pihak yang didukung, mereka menjadi “sam’an wa tha’atan”. Dengan senangnya, mereka pun turut andil dan gencar menyuarakan kepada publik untuk mendukung kandidat calon yang didukungnya. Mereka rela menggadaikan sikap idealisnya demi iming-iming jabatan yang sebenarnya masih fatamorgana.
Itu pun kalau dukungannya terpilih dan menjadi pemenang dalam pemilu. Kalau tidak, lalu mau ditaruh di mana wajah mereka. Maka dari itu, sebagai pendukung kita harus selektif, bukan hanya melihat dari popularitas atau demi kepentingan duniawi semata.
Ruqyah Politik
Dewasa ini pendukung capres tampaknya perlu dilakukan “Ruqyah Politik”. Hal ini dikarenakan telah marak dan semakin banyak orang-orang yang mengidap penyakit fanatik yang sangat berlebihan. Dengan percaya dirinya mereka mengunggul-unggulkan seorang politisi yang dianggap sebagai seorang ideal, padahal belum tentu kebenarannya. Sebenarnya itu tidak apa-apa, asalkan dengan menggunakan cara-cara yang bijak serta masuk akal. Namun yang terjadi, logika mereka sudah sesat dan sulit untuk diluruskan. Dengan kata lain, kesetanan politik sudah mengakar pada jiwa mereka sehingga menganggap orang lain yang tidak sependapat dengannya merupakan musuh terbesar.
Pada dasarnya, ‘ruqyah’ merupakan salah satu alternatif atau cara yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang yang sakit, gila, kerasukan jin atau setan, dan lain sebagainya --dengan cara mendoakan dan membacakan sesuatu pada orang yang mengalami gangguan-gangguan tersebut. Namun kalau disandingkan dengan ranah politik yang di situ banyak orang mengalami dan menderita penyakit kesetanan politik, maka ‘ruqyah politik’ menjadi sangat tepat dan relevan jika digunakan sebagai alternatif untuk menyembuhkan mereka.
Tidak dengan maksud lain, selain agar mereka menyadari perbuatannya sudah melampaui batas wajar sebagai seorang pendukung politisi idaman mereka. Tidak ada keuntungan sama sekali dengan menjadi pendukung seperti itu. Kita harus menjadi pemilih ideal, dan tentunya juga gencar menyuarakan kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang ideal pula. Sebab, suara mereka sangat menentukan. Apabila suara mereka diberikan kepada seorang yang tidak ideal, berarti kita juga merupakan salah satu oknum yang membantu pemimpin yang tidak bertanggung jawab untuk menghancurkan negeri ini.
Memilih Idealis