Lihat ke Halaman Asli

muhammad ali

Sucikan Hati Dengan Ilmu Dan Hikmah

Belajar Toleransi dari Khalifah Ahmadiyah

Diperbarui: 28 Januari 2021   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

warta-ahmadiyah.org

Publik tanah air kembali dihebohkan oleh kasus intoleransi yang terjadi di salah satu lingkungan sekolah di kota Padang melalui viralnya salah satu video yang didalamnya diketahui terjadi adu argumen antara orang tua siswa dengan pihak sekolah terkait penggunaan jilbab. Orang tua siswi terdengar menjelaskan jika ia dan anaknya merupakan non-Muslim, sehingga ia meminta toleransi kepada pihak sekolah untuk tidak menggunakan jilbab. Namun, pihak sekolah menyebut bahwa penggunaan jilbab merupakan sebuah kewajiban dan aturan sekolah. Kasus ini jelas menambah daftar panjang memudarnya sikap toleransi di negeri ini yang ‘Bhineka Tunggal Ika’ ini.

Dalam laporan tahunan mengenai kebebasan beragama di berbagai negara di dunia, Departemen Luar Negeri Amerika menyatakan, di Indonesia masih terjadi kasus-kasus pelanggaran, baik pada tataran masyarakat maupun pemerintah.

Mengutip laporan berbagai kelompok keagamaan dan LSM, laporan itu bahkan menyatakan bahwa para pejabat pemerintah dan polisi dalam beberapa kasus “gagal” mencegah “kelompok-kelompok intoleran” melanggar kebebasan beragama kelompok-kelompok minoritas dan melakukan aksi-aksi intimidasi, seperti pengrusakan dan penghancuran rumah ibadah.

SETARA Institute juga melaporkan masih terjadinya kasus-kasus intoleransi dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), walaupun jumlahnya berkurang dalam beberapa tahun terakhir.

Toleransi sebenarnya bukan kata yang asing bagi masyarakat Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diketahui makna toleransi adalah bersifat toleran. Lebih jauh dijelaskan, sifat toleran merupakan sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Jika menilik sejarahnya, Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Dengan adanya keberagaman di Indonesia, menjadikan negara ini memiliki kemajemukan suku, bangsa, ras, etnis, bahkan agama. Hal ini tentunya sesuai dengan semboyan Bhinekha Tunggal Ika; berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kiranya, dari semboyan tersebut seharusnya masyarakat dapat menjungjung tinggi keberagaman dan saling toleransi antar sesama.

Hazrat Mirza Masroor Ahmad adalah Khalifah Islam Ahmadiyah yang saat ini menjadi sorotan publik internasional karena perhatiannya yang serius terhadap toleransi dan perdamaian dunia adalah sosok yang sangat layak untuk dijadikan panutan dan guru toleransi. Sangat jarang tokoh dunia sepertinya menghabiskan banyak waktu dan pemikirannya demi tegaknya toleransi dan perdamaian.

Dalam khutbah, pidato, buku dan pertemuan-pertemuan pribadinya, dia selalu mengingatkan dan mendorong orang-orang mengupayakan tegaknya hak asasi yang bersifat universal, masyarakat yang adil serta pemisahan antara kepentingan agama dan negara.

Dia mengadakan simposium perdamaian setiap tahun, mengumpulkan para pejabat negara, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh politik dan lain-lain mengajak mereka berjuang bersama untuk keadilan, toleransi dan perdamaian.

meluncurkan penghargaan tahunan ‘Ahmadiyya Muslim Prize for the Advancement of Peace’; sebuah penghargaan perdamaian internasional bagi individu atau organisasi yang telah menunjukkan komitmen dan pengabdian luar biasa demi terwujudnya perdamaian dan kemanusiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline