Kepala Bagian Ekbang ( Ekonomi Pembangunan) Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Ir. Asep Gunadi menuturkan, mayoritas masyarakat Kecamatan Tanjungsari adalah petani. Tak heran banyak hasil perkebunan yang melimpah dan berkualitas diantaranya perkebunan durian dan kopi yang ada di Desa Cibadak dan yang paling besar berada di Desa Antajaya.
Pembagian khusus klaster kopi pun ada 2 klaster, yaitu klaster pertama milik petani sendiri dan klaster kedua milik perhutani yang saling bekerjasama. Adapun padi sawah milik pribadi dan durian mayoritas milik pribadi petani.
Daya tarik dari kopi yang diekspor itu khusus dari daerah Antajaya yang mempunyai ciri khas tersendiri. Kopi tersebut sudah melalui uji tes laboratorium di Jember dan terbagi menjadi dua klaster diantaranya yang berwarna hitam memiliki 13 rasa dan jenis yang lain memiliki 8 rasa. Untuk durian sendiri memiliki kualitas yang baik bagi lokal dan memiliki harga lokal bahkan bisa di beli langsung dari para petani, Khusus kopi mengikuti perkembangan di Pasar.
Harga di Pasar dan harga pada masayarakat berbeda, Ada sistem tersendiri karena Terlalu rumit bagi masyarakat untuk menjual kopi tersebut, sehingga hargapun di atur oleh pembeli sendiri. Bahkan petani butuh uang untuk modal pada saat biji hijau, sehingga para petani meminjam uang kepada pemodal lokal dan Harga di tentukan pemodal, termasuk harga eceran tertinggi pun di tentukan pemodal dan seri biji kopi warna merah adalah eceran dengan harga tertinggi.
"Bagaimana kita memutuskan mata rantai ijon oleh pemerintah dan penyandang dana supaya si petani bisa sejahtera" Ujar Ir. Asep Gunadi kepala bagian Ekbang Kecamatan Tanjungsari. Padahal kopi Tanjungsari memiliki prestasi yaitu menjuari berbagai lomba di Aceh (tingkat nasional), Bali, Hilton Jakarta, dan di Provinsi dengan salah satu kategori seperti Kualitas terbaik dan rasa.
Ada juga yang perlu di apresiasi dari pertanian di Tanjungsari yaitu tidak pernah ada sangketa lahan pertanian, dan setiap program Pemerintah yang ada selalu disosialisasikan kepada para petani. Akan tetapi kendalanya adalah peningkatan kesejahteraan petani karena income dari petani itu sendiri yang perlu di bantu.
"Peminjaman modal di bidang usaha itu bisa, akan tetapi khusus untuk pertanian kopi, itupun untuk konsumsi sehari - hari, bukan untuk proses dan hasil panen itulah yang menjadi jaminan untuk peminjaman modal" ujar Asep Gunadi. Adapun kepompok lain dari petani adalah kelompok tani pada pertanian padi atau di sebut dengan Gapoktan, dan yang memperkasai kelompok tani tersebut adalah pemerintah.
Adapun pihak pemberi modal adalah memberi dalam bentuk uang dan peralatan, berbeda dengan pihak pemerintah sendiri yang memberi dalam bentuk alat bahkan sampai proses pengepakan." Lalu cara memutus mata rantai sehingga tidak merugikan petani sehingga bisa menyesuaikan harga, berarti harus ada pemodal dan tidak perlu jaminan, Karena petani sendiri tidak mau ribet walaupun ada kredit usaha kecil tetap ada jaminan, ada ga anggaran 2 milyar (misalnya), bayar petani dengan harga eceran tertinggi, maka itu bisa memutus rantai ijon" ujarnya lagi. (MB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H