Lihat ke Halaman Asli

BERHENTI MEREBUT HATI RAKYAT DENGAN "UANG"

Diperbarui: 4 Desember 2020   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh Cynophobia - Money politik adalah sel kanker yang berada pada tubuh demokrasi, yang sedikit demi-sedikit mulai mengkikis sel-sel sehat demokrasi, hal itu di tegaskan melalui Pasal 73 Ayat (1) UU Nomor 1 /2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU. ”Calondan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih”.
Keberadaan money politik justru menandakan bahwa demokrasi pada suatu wilayah belum dewasa.
Justru tantangan terbesarnya adalah apakah para kandidat pemimpin ini berani untuk mulai bermain pada tataran program dan ide untuk menggait hati pemilihnya, Tidak lagi menjadikan money politik sebagai langkah perjuangan politiknya,  Bukan juga serta merta mengandalkan para pengusaha, pemodal dan kekayaan pribadi sehingga bermuara pada transaksi jual beli suara pada masyarakat.


Dalam negara demokrasi salah satu instrumen penting yaitu pelaksanaan mekanisme penyelenggaran pemilihan eksekutif dan legislatif.
Selama praktek money politik masih ada, akan sulit mengharapkan lahirnya pemimpin yang benar - benar bersih. Praktek politik uang adalah salah satu indikator terjadinya skandal kasus korupsi kepala daerah karena ingin mengembalikan modal pembiyaan politiknya yang mahal, sehingga menjadikan birokrasi sebagai ladang uang bukan sebagai tempat pengabdian politiknya untuk masyarakat, dan semakin memicu terjadinya kolusi serta nepotisme kepada pemerintahnya.


Apa yang di sampaikan oleh Macfarlane bahwa uang adalah sumber kejahatan yang menyebabkan rusaknya moralitas politik, publik kehilangan kewarasan berpolitik dan sumber ketidakteraturan sosial. Uang semakin menampilkan wajah yang buruk jika dimainkan oleh para calon pemimpin untuk mencapai kekuasaan dengan cara transaksi jual beli suara pada masyarakat.
jangan biarkan praktek jual beli suara di jadikan sebagai kebiasaan yang akan berakhir pada sebuah tradisi(budaya) pada tatanan masyrakat.
Hancurnya demokrasi negara ini karna perilaku yang tak bermoral dengan melakukan kegiatan praktek money politik, para kandidat calon kepala daerah harus memiliki keberanian untuk mulai berkomitmen menghentikan praktek politik uang ini yang sudah menjamur kedalam sendi-sendi sistem politik.


Dengan berkembang pesatnya kemajuan peradaban menjadi tanggung jawab khusus para calon pemimpin daerah untuk mampu mendidik masyarakat melalui di gelarnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota secara serentak yang akan berlangsung pada 270 daerah, meliputi 9 pilkada tingkat propinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pada tanggal 09 desember 2020 akan menjadi titik awal mulai majunya pemikiran serta tindakan politik kita dan mempersiapkan serta melatih menuju masyarakat secara global.
Para calon pemimpin harus mulai mengkonsepkan pesta demokrasi dengan permainan ide dan gagasan. Sebab pemimpin tanpa ilmu pengetahuan demokrasi sesungguhnya hanya mengeksploitasi cinta menjadi nafsu, menurunkan derajat diri dari tingkat manusia menjadi binatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline