Lihat ke Halaman Asli

Peran Filsafat AI dalam membangun Peradaban Indonesia

Diperbarui: 15 Desember 2024   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Filsafat AI: https://www.literatmuda.com/antara-filsafat-dan-ai-artificial-intelligence

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern kita. Dari asisten virtual hingga sistem rekomendasi, AI hadir dalam berbagai bentuk yang mempengaruhi cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi. Namun, untuk memahami AI secara lebih mendalam, kita perlu melihatnya dari perspektif filosofis melalui tiga cabang utama: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Dari sudut pandang ontologi yang membahas hakikat keberadaan, AI merupakan sistem kecerdasan yang diciptakan manusia dengan mentransfer pengetahuan dan kecerdasan manusia ke dalam sistem komputer. AI bukanlah kecerdasan alami seperti yang dimiliki manusia, melainkan hasil konstruksi teknologi yang dirancang untuk meniru cara berpikir dan bertindak manusia. Keberadaan AI tidak bisa dilepaskan dari peran manusia sebagai penciptanya, yang memberikan "kecerdasan" melalui pemrograman dan pembelajaran mesin. Dalam dimensi ontologis ini, AI memiliki empat kriteria utama dalam kerangka kerjanya: kemampuan berpikir seperti manusia, kemampuan bereaksi seperti manusia, kemampuan berpikir rasional, dan kemampuan bertindak rasional.

Secara epistemologis yang berkaitan dengan teori pengetahuan, AI merupakan hasil integrasi berbagai bidang ilmu. Dimulai dari pemikiran Alan Turing pada tahun 1936 tentang model matematika komputer, berkembang melalui kontribusi W. McCulloch dan W. Pitts dengan model jaringan saraf pertama pada 1943, hingga akhirnya John McCarthy mencetuskan istilah AI pada 1956. Pengetahuan yang dimiliki AI diperoleh melalui proses pembelajaran mesin (machine learning) yang terus berkembang seiring kemajuan teknologi komputasi dan kapasitas penyimpanan data. Proses pembelajaran ini melibatkan pengolahan data dalam jumlah besar, pengenalan pola, dan algoritma kompleks yang memungkinkan AI untuk terus meningkatkan kemampuannya.

Dari perspektif aksiologi yang membahas nilai dan kegunaan, AI memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, AI memberikan manfaat luar biasa dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas manusia di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan industri. AI membantu mempermudah tugas-tugas manusia dan membuka peluang-peluang baru dalam pengembangan teknologi. Dalam dunia kesehatan, misalnya, AI dapat membantu diagnosis penyakit dengan lebih akurat dan cepat. Di sektor pendidikan, AI memungkinkan pembelajaran yang lebih personalisasi sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.

Namun di sisi lain, kehadiran AI juga menimbulkan kekhawatiran akan dehumanisasi dan ketergantungan teknologi yang berlebihan. Terdapat kekhawatiran bahwa AI dapat menggantikan peran manusia di berbagai sektor pekerjaan, yang berpotensi menimbulkan pengangguran teknologis. Selain itu, ketergantungan pada AI juga dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis dan kreativitas manusia jika tidak dikelola dengan bijak.

Sebagai bangsa yang sedang berkembang, Indonesia perlu menyikapi perkembangan AI secara bijak. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat kesenjangan digital di masyarakat, di mana sebagian masyarakat sudah menjadi early adopter teknologi AI sementara sebagian lainnya masih tergolong resisten karena berbagai faktor seperti keterbatasan akses dan infrastruktur. Kesenjangan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kemiskinan struktural, ketidakmerataan pembangunan infrastruktur, atau kurangnya literasi digital.

Yang terpenting adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan AI secara optimal untuk membangun peradaban bangsa yang lebih maju, tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan kita. Seperti yang diingatkan sejarawan Yuval Harari, kita perlu memahami AI dengan baik sebelum kehidupan kita terlalu bergantung padanya. Pemahaman ini mencakup tidak hanya aspek teknis, tetapi juga implikasi sosial, etika, dan budaya dari penggunaan AI.

Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan upaya sistematis dalam pengembangan AI nasional yang berpihak pada kepentingan bangsa. Ini termasuk pengembangan infrastruktur digital yang merata, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang AI, serta penetapan regulasi yang mendukung inovasi sekaligus melindungi kepentingan publik. Dengan pemahaman filosofis yang mendalam tentang hakikat, pengetahuan, dan nilai AI, diharapkan kita dapat mengarahkan pengembangan dan pemanfaatan AI untuk tujuan-tujuan yang positif bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Dalam konteks pembangunan peradaban Indonesia, pengembangan AI perlu memperhatikan karakteristik dan kebutuhan lokal. Indonesia, dengan keberagaman budaya dan kondisi geografisnya yang unik, membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam mengadopsi dan mengembangkan teknologi AI. Misalnya, dalam sektor pertanian, AI dapat dikembangkan untuk sistem irigasi pintar yang mempertimbangkan kondisi iklim tropis Indonesia. Di sektor kebudayaan, AI dapat dimanfaatkan untuk pelestarian dan dokumentasi warisan budaya digital.

Selain itu, penting untuk membangun ekosistem AI yang berkelanjutan di Indonesia. Ini mencakup pengembangan startup teknologi lokal, penguatan penelitian di perguruan tinggi, dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi. Pembentukan talent pool dalam bidang AI juga menjadi krusial, mengingat masih terbatasnya tenaga ahli AI di Indonesia. Program-program pendidikan dan pelatihan perlu dirancang untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era AI.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline