Lihat ke Halaman Asli

Memahami Gerakan Pemikiran Politik Islam Kartosuwiryo dan Menyikapinya pada Masa Kini

Diperbarui: 4 Juli 2022   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemikiran politik Kartosuwiryo merupakan salah satu pemikiran yang berkembang di masa awal kemerdekaan Indonesia.Kartosuwiryo menginginkan negara Indonesia yang baru merdeka kala itu menjadi negara yang menganut ideologi Islam dan menjadikan syariat islam menjadi hukum yang dianut di Indonesia. 

Pada tahun 1949, tepatnya pada tanggal 7 Agustus, diproklamasikan berdirinya “Negara Islam Indonesia” oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di desa Malangbong, Kabupaten Tasikmalaya,Jawa Barat. Selain sebagai tanggapan terhadap kecenderungan republik ke arah sekuler, juga merupakan upaya mewujudkan cita-cita teologis Negara Islam. 

Pergerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap  serangkaian peristiwa-peristiwa politik di masa itu. Seperti misalnya, diberlakukan sistem demokrasi terpimpin (1957-1865), lalu adanya kecenderungan negara kearah sekuler, dan juga ketidaksetujuan Kartosuwiryo terhadap adanya KMB dan perjanjian Renville yang menurut mereka merugikan Indonesia dan mereka memandang itu merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam melakukan diplomasi.. 

Sejak awal, Kartosuwiryo  meyakini bahwa bentuk negara Indonesia yang paling ideal adalah Negara Islam. Kelompok ini juga memandang  pancasila merupakan produk non-tuhan karena tidak mengakui wahyu tuhan sebagai sumbernya dan lebih bersifat sekularisme. 

Mereka juga merasa semenjak digagas Manipol-usdek, lebih banyak hal yang merugikan kelompok islam, terutama di bidang politik. Apalagi dengan munculnya NASAKOM yang makin memperuncing masalah yang dihadapi kelompok Islam kala itu untuk mendominasi perpolitikan nasional.

Dalam pandangan saya pribadi, munculnya gagasan yang direalisasikan dalam bentuk pergerakan yang dinamakan kelompok DI/TII merupakan bentuk kegagalan presiden Soekarno dalam kancah politik domestik. 

Kegagalan bung besar dapat dilihat dari banyaknya pergolakan politik di dalam negeri dalam perebutan pengaruh politik dan bahkan banyak peristiwa pemberontakan di berbagai daerah seperti DI/TII, PKI Madiun 1948, PRRI, Permesta, RMS hingga Andi Aziz dan lain-lain. 

Kekacauan yang terjadi pada masa awal kemerdekaan ini dapat dipahami karena kita sebagai negara Kesatuan yang menganut prinsip demokrasi baru belajar bagaimana cara membangun bangsa ini setelah sekian lama dijajah oleh negara lain. 

Jika kita amati lebih dalam, gagasan ini sebetulnya tidaklah sepenuhnya salah karena asas dan tujuan utamanya adalah mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur, selain itu bangsa ini juga mayoritas penduduk Indonesia menganut agama islam. 

Selain itu, Sebagai negara yang menganut demokrasi hak untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan pemikiran adalah hal yang lazim dan tak boleh dilarang. Sebetulnya upaya kelompok agama terutama islam untuk mendominasi kancah politik nasional sudah ada sejak didirikannya Masyumi sebagai wadah politik kelompok islam. 

Namun dalam perjalanannya, Masyumi tidak mampu menjawab keinginan seluruh kelompok islam dalam prakteknya. Secara perlahan Masyumi mengalami perpecahan Internal yang membelah kelompok islam menjadi 2 bagian utama yaitu islam tradisional dan islam modernisme tak terkecuali DI/TII.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline