Lihat ke Halaman Asli

Ancaman Serius Bagi Negara Kepulauan Terbesar di Dunia: Upaya Penyelamatan Pesisir, Laut dan Pulau Kecil Akibat Erosi Pantai dan Pencemaran Laut

Diperbarui: 14 November 2023   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki garis pantai yang membentang lebih dari 95.000 kilometer dan dikelilingi oleh lebih dari 17.000 pulau. Namun, kekayaan ini menghadapi ancaman serius. Erosi pantai, pencemaran laut, dan kerusakan ekosistem menjadi permasalahan yang tidak bisa dianggap remeh. Pemanasan global dan peningkatan aktivitas manusia, seperti pembalakan liar dan praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, semakin memperparah kondisi.

Erosi pantai menyebabkan hilangnya tanah yang berpotensi mengancam habitat serta kehidupan masyarakat pesisir. Pencemaran laut dari limbah industri dan domestik meracuni kehidupan laut, mengganggu keseimbangan ekologis, dan mengurangi sumber daya ikan. Pulau-pulau kecil menghadapi risiko tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut, sementara keanekaragaman hayati laut terancam oleh perubahan iklim dan aktivitas manusia. Dalam konteks ini, penting untuk menyoroti bahwa tantangan lingkungan di Indonesia tidak hanya mempengaruhi ekologi, tetapi juga menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. 

Hilangnya tanah akibat erosi pantai tidak hanya mengancam habitat alami, tetapi juga berpotensi merugikan mata pencaharian masyarakat pesisir. Pencemaran laut dan berkurangnya sumber daya ikan dapat memicu ketidakstabilan ekonomi lokal, terutama bagi komunitas yang bergantung pada sektor perikanan. Selain itu, kurangnya partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan lingkungan menciptakan ketidaksetaraan yang perlu diatasi. Memperkuat peran mereka dalam diskusi dan keputusan dapat memberikan perspektif berharga dan memastikan implementasi kebijakan yang lebih efektif. Mendorong keterlibatan aktif masyarakat lokal juga dapat meningkatkan kesadaran akan perlunya pelestarian lingkungan di antara mereka. 

Pemerintah, dengan segala kebijakan dan regulasinya, seharusnya menjadi pelopor dalam perlindungan ini. Namun, seringkali kebijakan yang ada hanya berdampak pada kertas dan tidak menyentuh realitas yang ada. Masyarakat lokal, yang paling merasakan dampaknya, sering kali terpinggirkan dalam diskusi dan keputusan yang menyangkut hidup mereka sendiri. 

Aktivis dan organisasi lingkungan terus berjuang, namun suara mereka seringkali tenggelam oleh deru mesin industri yang tidak kenal lelah.Sementara itu, upaya penegakan hukum dan pengawasan terhadap peraturan lingkungan, seperti pembatasan plastik sekali pakai, harus diperkuat untuk memastikan kepatuhan dan efektivitas kebijakan. Kesepakatan internasional dan lokal harus didukung oleh tindakan konkret yang terukur dan berkelanjutan. 

Pendekatan spasial yang diusulkan harus lebih dari sekadar penanaman mangrove atau pembangunan tanggul. Kita membutuhkan perencanaan yang berbasis data, yang mempertimbangkan kenaikan permukaan air laut, perubahan iklim, dan dinamika sosial ekonomi masyarakat. Teknologi pemetaan dan penginderaan jauh harus digunakan tidak hanya untuk perencanaan, tetapi juga untuk pemantauan dan penegakan hukum yang efektif.

Kesepakatan internasional dan lokal harus dijalankan dengan ketat dan konsisten. Namun, kesepakatan tanpa aksi nyata adalah retorika kosong. Peraturan tentang plastik sekali pakai dan pembatasan aktivitas merusak lingkungan harus diikuti dengan sistem pengawasan yang kuat dan sanksi yang tegas.

Implementasi yang efektif memerlukan transparansi dan akuntabilitas. Edukasi dan pelatihan harus diintegrasikan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, sehingga kelestarian lingkungan juga berarti peningkatan kualitas hidup. Insentif bagi perusahaan ramah lingkungan harus lebih dari sekadar potongan pajak, tetapi juga akses ke pasar dan preferensi konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline