Lihat ke Halaman Asli

M. Hasybi Rabbani

Lulusan S1 Sejarah dan Kebudayaan Islam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Ornamental Aceh: Melihat Aceh dari Perspektif Seni

Diperbarui: 24 November 2023   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ornamen Aceh yang terukir pada kayu. Sumber Foto: Koleksi Pribadi.

Aceh, sebuah wilayah di ujung paling barat Indonesia, utara Pulau Sumatra. Dikenal sebagai daerah dengan entitas Islamnya yang sangat kuat, menerapkan berbagai syariat diberbagai sektor kehidupan dan pemerintahannya. Antusias masyarakat terhadap Islam, selaras dengan dukungan pemerintah daerah yang turut mengatur syariat secara legal bagi provinsi dengan julukan Serambi Mekah ini, yang juga secara langsung tidak bersinggungan dengan konstitusi yang diterapkan oleh pemerintah pusat bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengakarnya Islam di Aceh dapat dilihat dari kajian secara historis. Walaupun diyakini bahwa Islam bukan merupakan keberadaan agama pertama di Aceh, namun eksistensi Aceh sangat digdaya dimasa Islamnya. Berbagai peradaban dan kebudayaan dlahirkan oleh berbagai kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, mulai dari sektor keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, pemerintahan, bahkan kesenian. Kesemua bukti dan hasil bagi peradabaan ini tentunya bernafaskan Islam.

Dibandingkan dengan berbagai hasil peradaban yang keberadaannya masih kuat hingga saat ini, kesenian mengalami kemunduran yang sangat telak, khususnya seni rupa. Dimasa kejayaannya, kesenian Aceh terdiri dari berbagai bentuk, mulai dari seni musik, seni sastra, seni lukis dan seni rupa. Keberadaan alat musik seperti rapa'i, syair-syair dalam hikayat, dan ukiran-ukiran pada nisan menandakan Aceh sebagai suatu peradaban Islam yang tidak hanya berfokus pada pengembangan keilmuan agama, tetapi juga pada sektor lainnya. Namun kini, kesenian kurang mendapatkan apresiasi dari masyarakat yang bersikap pragmatis, sehingga tidak terjadinya kemajuan dalam bidang ini, khususnya seni rupa. Hal ini juga disebabkan dengan berbagai doktrin agama yang "salah tafsir" tentang bagaimana posisi kesenian didalam Islam, sehingga pandangan masyarakat terhadap seni menjadi negatif.

Pemahaman ini sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Aceh ratusan tahun silam, dimana kesenian Aceh mencapai masa kejayaannya bersama dengan peradabannya. Dari berbagai kelompok seni, seni rupa berupa ornamen menjadi tinggalan sejarah yang sebagian kecilnya masih dapat kita lihat diberbagai artefak kebudayaan dari masa lalu. Ornamental Aceh adalah salah satu bentuk kesenian Aceh yang lahir dimasa kejayaan Aceh dengan berbagai dinamika yang terjadi. Ornamen yang dalam bahasa Latin disebut Ornare digunakan sebagai hiasan pada suatu objek, dan dapat memuat makna secara simbolik, falsafah, dan lain sebagainya. Ornamen Aceh sering dijumpai pada rumah hunian, tempat ibadah, infrastruktur, pakaian dan benda-benda etnografi lainnya. Penggunaannya dapat menggunakan berbagai media, diantaranya kayu, batu, logam, kain, kertas, keramikal dan berbagai media lainnya.

Ornamen Aceh bukan merupakan suatu entitas tunggal yang ada dengan sendirinya, namun dihasilkan dari berbagai benturan kebudayaan, mengingat Aceh adalah daerah kosmopolitan pada masanya. Sejauh ini, ornamen Aceh mendapat pengaruh dari tiga kebudayaan besar Asia lainnya, yaitu Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur. Pengaruh Asia Selatan sangat kentara pada seni pahat, terutama yang terlihat pada nisan-nisan Aceh kuno, sementara pengaruh Asia Timur mempengaruhi seni ukir yang dapat dijumpai pada bangunan-bangunan di Aceh, sedangkan pengaruh Timur Tengah terlihat pada seni kaligrafi Arab yang digunakan dalam berbagai kesenian di Aceh. Keterbukaan dan pemakaian ornamen asing pada masa sekarang juga tidak menutup kemungkinan akan lahirnya jenis ornamen baru di Aceh.

Ragam bentuk ornamen Aceh didominasi dengan motif flora, fauna, geometris, alam dan juga religi. penggunaan ornamen ini juga melekat pada berbagai produk agama di Aceh. Penggunaan iluminasi dengan ornamen Aceh pada mushaf dan naskah kuno, menandakan tidak adanya penolakan seni pada agama secara umum. Selain naskah, batu nisan juga mendapat kekayaan ornamen, disamping daripada bangunan rumah dan lubang angin. Rencong Meupucok adalah salah satu senjata yang mendapatkan khazanah ornamen ini pada gagang dan sarungnya.

 Ornamen Aceh yang semakin redup, berbanding terbalik dengan ornamen khas Gayo yang tetap populer hingga masa kini. Orname n Gayo yang biasa disebut kerawang, mengalami ketahanan lintas waktu mulai dari masa lalu hingga masa sekarang. Penggunaan motif kerawang menggunakan media kayu untuk bangunan dan media kain untuk pakaian. Agar dapat bertahan melalui lintas waktu, kesenian ini memiliki pasar dan industrinya tersendiri, sehingga ornamen atau kerawang Gayo menjadi ikon Dataran Tinggi Gayo selain daripada kopinya yang terkenal.

Banda Aceh sebagai pusat dari peradaban bangsa Aceh, tentunya memiliki peluang besar dalam upaya melestarikan ornamen Aceh ini. Belajar dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Gayo terhadap ornamennya, Banda Aceh sudah seharusnya memiliki pasar seni atau pusat industri dari kesenian tradisional Aceh, khususnya ornamentalnya. Ornamen Aceh telah menjadi simbol dari khazanah kesenian Aceh sejak dulu, bahkan pada masa sekarang, orang-orang membedakan suatu tinggalan kuno dengan tinggalan modern di Aceh melalui ornamen yang terkandung didalamnya.

Mengambil sedikit petuah dari Buya Hamka,"Dengan seni hidup menjadi lebih Indah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline